Seorang yang paling shaleh diantara kami telah wafat. Sayang sekai, padahal kami sangat mencintainya karena ajarannya yang menyejukkan hati. Kami cemas , apa kami masih bisa melaksanakan ajarn dan hidup rukun tanpa beliau .
Dan kecemasan itu terbukti bahwa beberapa hari setelah beliau dimakamkan, kami
kehilangan pegangan. Ajaran yang agung itu mulai sirna dari kami. Seperti rombongan
besar kafilah yang kehilangan pemuka sebagai penunjuk jalan, maka kami menjadi
sering berbeda pendapat dan memutar haluan ke arah yang berlainan. Ditambah menciutnya
nyali , apa kami mampu menahan badai gurun yang datang menghantam
kaki-kai kami yang ringkih.
Suatu saat, seorang yang sangat tua,
berjanggut dan berjubah putih datang padaku. Lalu katanya,” aku akan menawarkan pemecahan masalah ini, barangakali
kalian berkenan.”
“Tentu saja kami sangat menginginkan
masalah ini teselesaikan dan kami dapat menyatu dalam ajaran yang dahulu,’
jawabku.
Ia tertawa , sepertinya mudah bagi
sosok ini untuk menyelesaikan persoalan pelik ini.” Bukankah kalian merindukan
beliau ? Ah, buatlah gambarnya dan
tempelkan pada dinding rumah kalian. Setiap kali melihatnya hati kalian
akan terasa sangat dekat dengan beliau.”
Kusampaikan ide itu pada teman-teman
dan mereka menyetujuinya. Esoknya kota sangat ramai oleh aktivitas menggambar wajah
beliau. Dari anak kecil sampai kakek nenek ingin menggambar. Lalu mereka menempelkan di dinding rumah, bahkan dinding
setiap kamar . kami puas dan bergembira.
Seminggu telah berlalu dan kami melihat
cahaya langit nampak suram. Ada apa dengan pintu langit ? mengapa tak nampak
lagi?tapi tak apalah, toh kami telah “bertemu” dengan beliau, kuhapus keraguan
di hati.
Suatu petang si tua datang lagi. Kali ini
ia menguatarakan gagasannya untuk
membuat patung beliau, bahkan ia sipa menydiakan batu batu atau apapun yang
diperlukan guna proyek spiritual ini .
” Agar doa kalian semakin khusyu lagi , kukira lebih baik lagi jika
kalian membuat patung sosok beliau Dan jika diletakan di tengah kota maka kalian
dapat berdoa bersama di tempat itu. “
Masuk akal juga gagasannya . Berdoa
bersama akan membuat kita semakin menyatu dalam doa-doa yang mendamaikan hati.
Aku akan sampaikan ide bapak tua ini pada pemuka kota nanti.
Hari ini pertamakalinya kami berkumpul
untuk berdoa bersama. Beramai ramai kami meletakkan Latta di pusat kota. Gagah sekali patung –patung
itu. Seperti aslinya. Memancarkan aura
wibawa yang kami rindui .
Di saat itulah, aku melihat orang orang
memuja dengan air mata cinta dan syair
yang mengharu rindu. Kutatap langit
tampak suram. Tak ada lagi pintu
kutemukan. Yang terlihat hanya mendung dan kabut hitam yang menggulung . Aku
jadi bertanya, apa yang telah kami lakukan ? apa yang kami cari ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar