Social Icons

Pages

Sabtu, 25 Juni 2022

BEKERJALAH DENGAN SEPENUH HATI

 

Hidup akan terasa indah dan bermakna  jika kita dapat menghasilkan karya. Seorang ibu yang berhasil memasak enak hingga anaknya merindukan masakannya ia akan merasakan makna dalam hidupnya. Seorang penulis yang baru saja selesai menerbitkan sebuah  buku akan berpendarlah rasa bahagia dalam hatinya. Seorang petani yang melihat padi menguning dalam hatinya berbuncah rasa syukur. Hasil dari suatu usaha selalu menimbulkan rasa bermakna. Karena itu memasak yang menghasilkan hidangan menjadi sangat menyenangkan bagi seorang koki, menulis menjadi kegiatan penuh makna bagi seorang penulis dan tentu saja mengajar menjadi hal yang menggairahkan  bagi seorang guru.

 

 

Jika ada guru yang kurang bergairah dalam mengajar kemungkinan besar ia belum klik dengan profesinya. Kita maklum banyak guru di negeri kita ini yang berasal dari lemparan nasib, misal inginnya  menjadi manajer tetapi karena tidak kesampaian maka ia menjadi guru. Ada yang  bercita- cinta menjadi pejabat pemerintah tetapi karena tidak ada peluang maka ia “terpaksa” menjadi guru. Seakan menjadi guru itu suatu profesi yang mudah didapat, maka orang beramai –ramai menjadi guru.

 

“Wajar  kalau aku tak bergairah, lha itu bukan passionku, “  Tak layak kita mengatakan seperti itu. Guru adalah profesi  pilihan,  terlepas dari mana kita berasal dan bagaimana kita awal mulanya memlilih profesi ini, tetapi ketika sudah terjun ke dunia guru maka kita harus menjalankan profesi dengan penuh totalitas.

 

Sesungguhnya Allah senang apabila salah seorang diantara kamu mengerjakan suatu pekerjaan, bila ia mengerjakan dengan baik. ( Hadist)

 

 

Manusia dibekali punya tiga kekuatan untuk berkarya:  kekuatan fisik untuk mengerjakan karya yang membutuhkan otot yang kuat, Kekuatan pikir untuk  mendorong pemiliknya untuk menghasilkan pengetahuan. Dan kekuatan kalbu, yang menjadikan manusia  mampu merasakan  keindahan, berimajinasi, berima serta beribadah  kepada  penciptanya.

 

Setiap ranah punya jatah tersendiri. Ranah kita adalah olah pikir, jadi tingkatkan pengetahuan kita sepanjang waktu. Sangat menguntungkan jika kita terus mengasah otak dengan menambah perbedaraan ilmu , kususnya ilmu yang menjadi bidang kita. Makin kaya ilmu makin leluasa kita membahasnya di depan para siswa. Dan tentu makin membuat kita betah berlama-lama di kelas.

Sebagaimana orang yang mendaki gunung pengetahuan , ketika kita sudah mencapai lereng yang paling tinggi pandangan kita menjadi makin luas. Dari sekian macam kenikmatan, kenikmatan memiliki ilmu adalah kenikmatan tertinggi. Kita ingat  di waktu kanak-kanak   menangis ingin memiliki  mainan karena mainan itulah kenikmatan yang kita dambakan. Setelah remaja  maka kenikmatan bersosialisasi dengan teman-teman hadir sebagai kenikmatan yang ingin kita penuhi.

Ketika dewasa kita membutuhkan uang ataupun status di masyarakat untuk memenuhi kenikmatan sebagai “orang.” Nah di masa itu ilmu merupakan kenikmatan non materi yang didambakan oleh semua jenjang usia. Lihatlah, bagaimana seorang anak bersemangat ketika menceritakan mainannya, memperagakan bagaimana ia menjaga dan memperbaiki kala mainan itu rusak. Betapa bersemangatnya kala ia menceritakan jagoannya yang ia tonton di sebuah film laga. Itu semua adalah pengetahuan tentang sesuatu dan ia merasa sangat menikmatinya. Begitupun seorang ibu akan  bersemangat meneceritakan bagaimana ia menemukan resep masakan yang baru. .  Pun kita akan bersemangat untuk mengurai ilmu pengetahuan, membahas dan menambahnya dengan aplikasi di kehidupan sehari-hari.

Berbagai macam motivasi tertanam dalam benak orang yang bekerja. Ia bisa termotivasi oleh uang, status sosial, kekuasaan, kepuasan batin dan juga motivasi  pengabdian. Motivasi uang memandang pekerjaan adalah sarana untuk kaya, maka ia akna matu-matian bekerja sepanjang waktu untuk mengumpulkan uang. Ia juga sangat menutut gaji atau honor yang dibayarkan untuknya, kurang seberapa rupiah saja ia akan memprotes. Kurang tepat waktu sedikit saja ia akan gundah, kapan gajian datang.  Jika ia sportif ia akan meningkaykan kualitas cara kerjanya agar mendapatkan uang yang lebih banyak, namun bila ia seorang pemalas ia hanya bekerja asal-asalan dengan mengaharapak gaji tinggi dan tepat waktu.

Status sosial juga bisa mendorong orang untuk bekerja. Kehormatan di masyarakat kala ia dipanggi sebagai  “Pak Guru atau Bu Guru” membuat ia bertahan untuk tetap bekerja sebagaimana profesi guru dijalani. Ia menjaga sepenuh hati agar profesinya tidak hilang. Maka orang yang punya motivasi ini mudah depresi kala purna tugas, dimana ia tak lagi dihormati masyarakat sebagai mana sebelum ia purna tugas.

Motivasi selanjutnya adalah kekuasaan, apa sih yang bisa dicapai oleh guru dalam hal kekuasaan? Hamper tidak ada, guru tak punya jalur-jalur yang mengarah ke sana. Paling tinggi menjadi pejabat setelah ia alih fungsi.

 

Motivasi yang lebih langgeng adalah kepuasan batin. Panggilan jiwa bahwa dengan mengajar ia merasa bahagia. Seorang guru yang ditempatkan di daerah terpencil , jauh dari akses dan fasilitas memadai namun ia merasa bahagia adalah dampak dari motivasi kepuasana batin. Ia akan mengabdi sepenuh hati. Lebih lengkap lagi jika kepuasana batin itu kita hubungkan dengan ibadah atau pengadian kepada Allah. Pengabdian yang tulus menguatkan daya tahan kala menghadapi hambatan. Misal kegagalan dalam mendidik siswa, bagi seorang pencari kepuasan batin ia akan merasa kecewa merasa dirinya tak maksimal. Alangkah baiknya kalau ia melengkapi motivasi itu dengan niat pengabdian pada Allah. Rasa kecewa tentu ada tetapi ia tetap dapat menghargai usahanya selama ini . tak hanya hasil, ia akan melihat proses yang telah ia tempuh, lalu mensyukuri anugerah itu. Sebagaimana ikrarnya dalam shalat :

 

Sesungguhnya sahalatku, ibadahku,hidup dan matiku semua hanyalah untuk Allah, pemelihara seluruh alam.


naskah_ke_21

tantangan_menulis_70_hari

Teruskan membaca... »»  

AWET MUDA BERSAMA SISWA


 

 

Bila engkau tersenyum semua orang tersenyum bersamamu.

 

Pagi cerah, secerah senyum Ibu Aini menyambut para siswa di pintu gerbang sekolah. Anak-anak menjabat tangan takzim sambil menunduk hormat. Doa-doa meretas dari  hati Ibu Guru yang cantik ini, setiap kali ia menjabat tangan siswanya,  semoga pemilik tangan itu menjadi anak yang sukses di dunia dan akherat.

 

Senyum, hiasan termanis wajah  yang membuat awet muda.   Dalam senyum ada kebahagiaan, harapan dan optimisme yang memendarkan cahaya  kegembiraan pada siapa saja yang memandangnya. Misteri senyum telah membuat para pakar mengartikan berbagai macam senyum yang menghiasi wajah, dan tentu senyum tuluslah yang paling kuat menarik kita dalam kebahagiaan. Senyum memliki keunggulan dibandingkan dengan ekspresi wajah masam . karena otak manusia lebih menyukai wajah yang bahagia. Wajah bahagia lebih cepat dikenali oleh neuron dibandingkan wajah lain, begitu para ahli syaraf mengemukakan dalam buku Kecerdasan Sosial .

Sosok hebat, Muhammad SAW selalu menampilkan wajah penuh senyum setiap harinya. Senyum yang memikat siapapun yang memandangnya. Lebih manis dari senyum waniata paling manapun. Hingga banyak syair yang memuji senyum manis beliau. Berikut salah satu arti lirik lagu yang berjudul Tabassam, dinyanyikan oleh Mesut Kurtis dari Turki.

 

Kenapa kau persulit hidupmu sendiri

Kenapa bersedih dan putus asa

Jika kau lupa maka ingatlah

Kehidupan Nabi kita, renungkanlah

Ikultilah nasehat beliau dan optimislah

Sampaikan kabar gembira dan jangan menakut-nakuti orang

Dan biarkan hanya Allah di hatimu

Dia memiliki kekuatan untuk memudahkan  kesulitanmu

Sholawatlah kepada Nabi dan tersenyumlah

Karena Nabi selalu tersenyum dan tersenyum

Karena Nabi selalu tersenyum

Ya Allah limpahkanlah sholawat padanya……dst

(Arti lirik lagu Tabassam , dinyanyikan oleh Mesut Kurtis dari Turki)

 

 

 

Dalam buku Kecerdasan  Sosial dikemukakan  satu  istilah yang menarik, cermin saraf. Dipaparkan bahwa  neoron cermin akan aktif  begitu kita mengamati orang lain. Seperti sebuah cermin antara kita dengan orang tersebut, bila dia mengangguk kita tertular mengangguk, dia menopang dagu kita tertular  gerakan yang sama. Pun kalau dia tersenyum kita tegerak untuk tersenyum . Syaraf yang berperan dalam pencerminan ini berada  pada korteks pramotorik, jadi sangat erat dengan gerakan dan aktivitas bicara. Bahkan beberapa saat sebelum kita membuat gerakan,  syaraf ini telah mendeteksi lebih dini sehingga tahu maksud atau arah tindakan orang yang kita lihat.maka wajar pepatah yang saya kutib di atas, bila engkau tersenyum maka semua orang akan tersenyum padamu.

 

 

Yang menarik, senyum bisa dilatih. Artinya kala kita tak dapat tersenyum lantasan begitu riuhnya masalah yang ada di kepala kita bisa melatih wajah kita agar tampak bahagia. Bukan lelucon ini, sebab sudah dibuktikan bahwa senyum bisa dilatih melalui panduan  seorang pembimbing. Terapi senyum sudah dilatihkan di  Rumah Sakit tertentu untuk membantu  pasien depresi. Harapannya pasien merasa gembira sehingga kegembiraan itu dapat  mempercepat kesembuhan. Disamping mereka juga diputarkan video yang lucu untuk memancing tawa. Di sekolah, tidak perlu  video, kita bisa terlatih   tersenyum setiap hari kala  melihat “kekonyolan” para siswa.  



Sumber : Buku Awet Muda Bersama Siswa , Penulis : Sri Rohati, S.Pd



Teruskan membaca... »»  

Selasa, 21 Juni 2022

HAL – HAL YANG TAK TERKENDALI

 

Pagi datang, Pak Edi menata tas kerjanya. Ia masukkan buku  rencana pembelajaran hari ini . Usai berbenah ia mengeluarkan sepeda motor dari garasi, tak disangka bannya bocor. Betapa sebal hatinya. Ia memanggil anaknya  sulungnya  yang kemarin sore membawa sepada motor itu. 

“ Kemana saja kamu kemarin sampai tak tahu kalau bannya bocor seperti. Kalau mau pakai itu dikontrol dulu, jangan dibiarkan lapar . Ini akibatnya !” 

Sang anak hanya menanggapi dengan wajah datar. “ Mana tahu akan bocor begitu, pagi-pagi dah marah-marah “ runtuknya dalam hati. 

Selanjutnya tampak wajah masam keduanya. Sang bapak  membawa sepeda itu ke ujung gang mangkal tambal ban sedangkan  si anak yang terlanjur dimarahi menghilang begitu saja ke sekolah tanpa pamit. Jadilah Pak Edi  sendiri yang menuntun sepeda ke tambal ban , lalu dijemput istrinya yang sudah siap mengantar si bungsu sekolah dengan sepeda rumah.  Maka rute pagi ia jalani, ke tambal ban , mengantar bungsu ke sekolah, baru ia bisa berangkat ke tempat kerja. Jam menunjukkan pukul 08.00 kala wajah masam Pak Kepala menyambutnya. “ Tadi saya gantikan tugas bapak untuk menjadi pembina upacara pagi, ‘kata pak Kepala dengan wajah tak bersahabat.

 

Pernahkah Anda mengalami hal tersebut? Tak semua hal dalam hidup ini yang bisa kita kendalikan. Bahkan lebih banyak hal tidak  bisa kita kendalikan. Lihatlah, mulai lahir kita tak bisa memilih lahir di keluarga siapa, di negara mana, apa bahasa kita, siapa jodoh kita dan kapan kita meninggal . Semua di luar kendali. Pun untuk hal-hal yang kecil-kecil seperti ilustrasi di atas.

 

Kebocoran ban sepeda motor yang dialami Pak Edi terjadi begitu saja saat ia mengejar  waktu untuk bekerja. Siapa yang tahu akan bocor sepagi itu. Meski misalnya anak sulungnya sudah begitu teliti mengontrol, siapa yang bisa menjamin semua akan baik-baik saja. Jadi memarahi si sulung bukanlah tindakan solutif, malah  waktu terbuang percuma. Misalnya Pak Edi menyadari sejak awal , bersikap sabar menerima bannya yang bocor dengan lapang dada, lalu tidak marah pada anaknya maka kemungkianan  si sulung akan membantu Pak Edi menuntun sepeda ke tambal ban  sementara itu Pak Edi bisa menghemat waktu. Itu jika ia  bisa berfikir jernih ;  anaknya mungkin abai atau  mungkin juga dirinya,   tak sempat memompa ban sampai penuh sehingga ban mudah tertusuk benda tajam di jalan. Cukuplah  ia minta tolong si sulung, justeru si sulung akan  menyadari kalau ia bersalah dan berusaha bertanggung jawab dengan membawa sepeda itu ke tambal ban. Kemudian yang terjadi tentu lebih menyamankan ,  Pak Edi dapat  datang ke tempat kerja lebih awal   dengan wajah lebih cerah. Begitulah jika  segera mengendalikan  moodnya tetap stabil begitu mengetahui  bannya bocor.

 

Sesungguhnya kesabaran ( yang hakiki) adalah pada saat pukulan pertama.” HR. Bukhari, no.1203 dan muslim, no 1535)

 

Putuskanlah rantai kemarahan pada tidik awal peristiwa itu terjadi. Sabar yang sejati  berada pada kondisi yang pertama saat  mendapatkan pukulan, begitu ajaran agama. Jika sabar pada pukulan awal ini berhasil  kita lalui maka rentetan aktivitas berikutnya akan beratmosferkan kesabaran , tanpa terkontaminasi kemarahan. Alangkah indahnya bila kita bisa menjalani aktivitas dengan penuh riang. Mood baik akan menarik mood baik dari orang di sekeliling kita. Perkataan yang optimis akan menarik orang-orang yang optimis di sekeliling kita. Begitu pula sebaliknya, kemarahan akan menarik orang lain untuk bersikap serupa.

 

“Kita tidak bisa mengubah keadaan yang sudah terjadi tetapi kita bisa mengubah reaksi kala menghadapi situasi tersebut untuk  membuat kita tak terganggu.”

 

 

Manusia memang  perencana yang baik, tetapi  rencana itu sejatinya berada dalam lingkup  rencana besar Allah. Kita tak dapat mengetahuinya sebelum terjadi di depan mata.

Bahkan bayang-bayang pun akan tunduk dengan sukarela ataupun terpaksa dengan gerak rencana Allah. Yang kita rasakan pasti sebal, sedih ataupun galau kala pukulan pertama datang. Tetapi semua tak berguna untuk mengubah keadaan. Jadi ya, baiknya ikuti alur kehidupan yang sering tak terkendali ini dan sabarlah.

.

 naskah_ke_19

tantangan_menulis_70_hari

 

 

 

Teruskan membaca... »»  

Jumat, 17 Juni 2022

HARGA DIRI

 

Saya membaca semangat Ki Hajar Dewantara dalam membentuk pendidikan di Taman Siswa. Salah satu sebab timbulnya semangat itu demi memperjuangkang harga diri bangsa Indonesia. Pada saat itu dalam rangka  politik etis, Belanda memberikan “balas budi” berupa pendidikan pada putra putri Indonesia. Mereka diberikan kesempatan untuk bersekolah di sekolah yang didirikan Belanda, dengan sebutan kaum Inlander. Anak–anak Inlander dididik berdasarkan kepentingan Belanda. Mereka dipersiapkan agar bisa menjadi “pembantu” Belanda yang taat dan tak  banyak membantah. Inilah pendidikan yang mengekang kebebasan, beraromakan penjajahan. Lambat laut  rasa cinta tanah air kian surut. Bahkan ada yang sudah  lenyap berganti dengan ketaatan pada bangsa  penjajah.

 

Melihat semua itu Ki Hajar merasa sedih. Ia berniat mengembalikan para Inlander kepada pendidikan yang memberikan harga diri dan  kemerdekaan. Merdeka bercita-cita, merdeka dalam menempuh pendidikan, merdeka dalam mencintai tanah tumpah darah.

 

Kemudian  beliau mendirikan  Taman Siswa. Dalam masa pendirian itu Ki hajar memberikan  contoh untuk tak menjual harga diri pada penjajah. Kendati modal untuk mendirikan sekolah kadang tersendat, beliau  tak mau menerima uluran tangan dari pihak Belanda. Ia junjung harga diri Taman Siswa  agar ia tak terikat dengan bantuan itu. Akhirnya  Taman Siswa berkembang dan banyak membuka cabang di berbagai wilayah Indonesia.  Sejak bersekolah di sana para siswa mulai bisa menegakkan kepala , berjalan tanpa rasa rendah diri sebagai   bangsa terjajah.

 

Mari   menjaga harga diri !

 

Ada nilai  budaya Jawa yang disebut dengan perwira. Artinya menjaga harga diri. Meski sakit melanda , meski sulit melilit seorang yang memegang prinsip perwira tidak akan melolong minta tolong. Ia akan mengatasi kesulitannya sendiri. Jangan sampai ia menjadi beban orang lain. Orang perwira meski sangat membutuhkan ia pantang menadahkan tangan. Maka dalam bersedekah  ada anjurkan untuk memberikannya  pada dua macam orang fakir, yaitu yang terang-terangan membutuhkan dan fakir tersembunyi yang membutuhkan uluran tangan tetapi mereka diam saja. Enggan menampakkan kebutuhan pada manusia lain.

 

Dalam ajaran Islam ada istilah iffah, artinya sama, menjaga harga diri.  Ingatlah  kisah Nabi Musa kala dalam perjalanan ia kehausan dan kelaparan.  Ia hanya berteduh di bawah pohon sambil memandang orang-orang yang memberikan minuman pada hewan ternaknya di sumur. Rasa haus yang melanda tidak membuat ia buru-buru meminta tolong pada orang-orang tak dikenalnya tersebut. Justeru dialah yang akhirnya menolong dua gadis yang kerepotan memberikan minum hewan ternak mereka. Ketika sudah selesai memberikan pertolongan Musa kembali berteduh sambil berdoa, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat berharap terhadap rezekiMu.”

 

 Betapa mulianya manusia.

 

Kala Allah menciptakan sosok manusia, pada saat itu keindahan dan kesempurnaan  tercipta. Ya, kita diciptakan dengan kesempurnaan termasuk orang yang maaf, kaum difabel ,yang kita anggap memiliki kekurangan. Kekurangan yang kita lihat adalah akibat  kurangnya pengetahuan kita pada “sejarah” penciptaan manusia yang begitu panjang dan rumit. Laksana setetes ilmu manusia dibandingkan dengan ilmu Allah yang sebanyak air di samudra.  Menyadari ini, kita menjadi sangat yakin bahwa  dalam diri kita ada kemuliaan yang tak pantas kita tukar dengan harga berapapun. Hanya barang daganganlah yang punya harga, kita adalah makluk yang mulia, tak ada harga yang pantas yang dapat membeli diri kita.

 

Manusia akan jatuh harga dirinya kalau ia menjatuhkan martabatnya pada perbuatan yang tidak baik. Menyakiti  sesama sama saja menjatuhkan harga diri. Menyia-nyiakan waktu dan potensi dengan bermalas-malasan sama dengan berjalan menuju jurang kerendahan harga diri. Begitu pula  menilai  diri kita secara tergesa-gesa bahwa kita lemah, tidak punya sumber daya, memalukan, tak patut dihargai atau merasa sangat rendah dibanding orang lain , adalah bentuk ketidak percayaan diri kita pada Allah Sang pencipta.

 

Hati-hati dengan silaunya dunia karena bisa membuat mata  kita keliru memandang. Melihat  orang berpakaian bagus dan mengendarai  kendaraan bagus kita menghormati dan menganggap ia sangat tinggi. Ketika ada seorang yang berpakaian sederhana kita langsung mengklaim bahwa ia tak layak dihormati.

 

Apabila harga diri sudah terbeli maka ke manapun kita memandang akan terasa orang-orang merendahkan kita. Bayangkan seorang yang tertangkap basah berdua dengan   istri  orang lain, pasti ia akan merasa sangat  malu. Kemana saja mukanya menghadap akan menguarlah rasa malu yang menyiksanya. Bahkan waktupun kadang tak bisa menyembuhkan rasa malu itu sehingga menimbulkan trauma pada dirinya. Disamping kerugian berupa terhambatnya  dalam bergaul  dengan masyarakat.  Guru tanpa harga diri tak akan tegak berdiri di depan kelas. Padangannya tertunduk kala menatap para siswa yang seharusnya ia beri contoh yang baik. Pun gelisah di tengah masyarakat karena dosa yang menghantuinya.

 naskah_ke_18

tantangan_menulis_70_hari 

 

 

 

 

 

 

 

 

Teruskan membaca... »»  

Selasa, 14 Juni 2022

RELAKSASI

 

 

Jam terakhir memang menguras tenaga.  Cuaca cukup panas di dalam kelas. Para siswa berisik karena mungkin sudah bosan mengikuti pelajaran dari pagi. Ditambah beberapa siswa istimewa berlarian ke sana kemari membuat semakin gaduh suasana. Begitu saya masuk suasana sedikit reda. Namun selang beberapa menit saat saya memulai pembahasan materi anak-anak sebagian sudah mulai menguap. Yang tadi berisik kembali mulai lagi.

 

Kira-kira apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi pembelajarn yang kurang kondusif seperti yang saya alami ?

 

Bagaimana kalau kita mengajak mereka untuk melakukan relaksasi ? Ya, relaksasi mungkin  adalah pelajaran baru bagi dunia pendidikan formal di Indonesia. Saya menemukan pembelajaran relaksasi  pada Buku Panduan Guru tentang Pembelajaran Kecakapan Hidup untuk para siswa SMP dan SMA . Buku ini  dalah hasil kerjasama antara  UNICEF Indonesia  dengan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, diterbitan tahun 2020.

 

Ketrampilan hidup ( life skills), merupakan kemampuan seseorang dalam menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari, termasuk menjalin hubungan social, menyelesaikan masalah, mengelola risiko, membuat keputusan, dan bekerjasama dengan orang lain.

 

 

Relaksasi bertujuan untuk memberikan ketenangan pada fisik melalui mengamati nafas. Fisik yang tenang dan  nafas yang teratur dapat menuntun pikiran untuk lebih tenang. Praktik yang saya kutipkan dari buku ini dapat dilakukan bersama-sama di dalam kelas ataupun sendiri-sendiri di rumah.

 

Bagi saya relaksasi adalah pelajaran yang agak berbeda dan relatif baru . Selama ini kita mengajari siswa untuk terus aktif belajar, mengejar materi pembelajaran, mengejar prestasi, bertanya dan menjawab soal dengan cepat. Kita mengajak mereka untuk terus “bergerak.” Sedangkan dalam relaksasi kita memberikan kesempatan pada tubuh dan pikiran untuk istirahat. Relaksasi memberikan jeda untuk “ diam” . Dalam diam itulah tenaga yang terkuras akan pulih. Ingatan akan kembali segar.  Serta daya kreativitas diharapkan meningkat.

 

Latihan relaksasi

 

Kita bisa mengikuti instruksi yang saya kutip dari buku tersebut, dengan penyesuaian seperlunya . Selamat mencoba !

  

Mula-mula ciptakan suasana yang agak tenang terlebih dahulu. Siswa bisa melakukanya sambil duduk di kursi atau di atas lantai. Tetapi tidak disarankan berbaring. Selama latihan boleh memejamkan mata ataupun tidak, tergantung mana yang lebih nyaman. Gunakan suara yang lembut dan ucapkan secara lambat. Diiringi musik  lebih menyenangkan.

  

Intruksi guru :

 “Ambil posisi yang nyaman, pastikan kamu dapat begerak leluasa dan usahakan tidak terlalu dekat dengan temanmu. Kita hanya perlu memperhatikan nafas kita baik-baik."

 

“Sekarang mari kita menarik nafas dalam-dalam, lebih dalam dan lebih lama. Ambil nafas melalui hidung dan keluar melalui mulut. “

“Berikutnya marilah kita kembali menarik nafas dalam-dalam, dan tahan nafas selama tiga hitungan ( tiga detik) …satu…..dua…tiga…( guru menghitung  sampai tiga hitungan dengan lambat , lalu membuang nafas juga  dalam tiga hitungan ).”

 “Berikutnya , mari bersama-sama kita mengambil  nafas panjang dan dalam lalu hembuskan perlahan, kembali kita ambil nafas panjang dan dalam lalu kita hembuskan perlahan.”

Setelah sekitar satu menit, ucapkan :

Nah, sekarang buka mata kalian perlahan, lakukan beberapa gerakan peregangan ringan ( seperti menunduk kepala dan menengadahkan kepala dengan pelan, menoleh ke kiri dan ke kanan). Silakan kembali ke tempat duduk kalian.

 

 naskah_ke_17

tantangan_menulis_70_hari

 

 

 

 

 

 


Teruskan membaca... »»  

Minggu, 12 Juni 2022

TERAPKAN ILMU

 

 

Ngelmu iku

Kalakone kanthi laku

Lekase lawan kas

Tegese kan nyantosani

Setya budya pangekese dur angkara

( Serat Wedhatama).

 

( Ilmu itu diraih dengan cara menghayati dalam setiap perbuatan, dimulai dengan kemauan, artinya kemauan membangun kesejahteraan masyarakat, kesadaran diri dengan menaklukan semua bentuk keangkaramurkaan).

 

 

Banyak sekali nilai- nilai dari kebudayaan Jawa yang dapat kita jadikan pedoman untuk memperkaya batin kita. Salah satu nilai luhur adalah isi dari Serat Wedahatama yang dikarang oleh KGPH Mangkunegara IV  yang saya kutip di atas. Wedhatama sendiri berasal dari kata Wedha yang artinya kitab dan Tama yang artinya utama. Jadi kitab Wedhatama berisi pengetahuan yang utama.

 

Mari kita kupas serat ini melalui  pandangan seorang guru.

 

Ilmu itu didapat dengan cara belajar secara bertahap. Dalam  belajar begitu banyak yang harus kita berikan ; waktu, tenaga, biaya dan juga pikiran. Untuk memperoleh ilmu seorang pencari ilmu harus siap mengurbankan semua itu.  Jalan panjang  dalam menunutut ilmu memang harus dilalui seorang pembelajar dengan penuh keuletan dan kesabaran. Perjuangan itulah yang dimaksud dengan laku.

 Tanpa laku maka ilmu tak akan didapat ( kelakon) atau dimiliki oleh sang pencari.

 

            Ada laku yang hanya sekedar membuka google atau membuka buku, ada juga laku yang ditempuh dengan mencari seorang guru atau masuk ke lembaga pendidikan. Kini pintu-pintu ilmu terbuka luas. Siapapun yang punya kemauan untuk menuntut ilmu bisa mengakses dari pintu-pintu tersebut di dunia internet. Dan siapapun bisa menyampaikan  ilmunya melalui internet. Guru, adalah seorang yang dipercaya tahu tentang sekeping ilmu. Alangkah baiknya jika kemauan untuk menuntut ilmu itu tetap ada sepanjang hayat.  Sangat beruntung kita hidup di jaman ini, dimana pintu ilmu terbuka begitu luas. Sebaliknya sangat memprihatinkan jika sampai ada guru yang masih malas memperdalam ilmunya padahal segala sarana tersedia dengan mudah.

.

 

Ilmu bisa bermanfaat ( kelakon)  bila dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.  Orang yang berilmu tetapi enggan mengaplikasikan  ilmunya dalam kehidupan seperti pohon yang rimbun daunnya tetapi tidak mampu menghasilkan buah.

 

Guru yang setiap hari mengajarkan ilmunya dan memperdalam ilmunya secara langsung akan menambah kualitas dan kuantitas ilmu yang dimilikinya. Setiapkali  mengajar  merupakan  peluang  kita untuk mendiskusikan berbagai ilmu dengan para siswa sehingga dari mereka akan timbul pertanyaan yang merangsang kita untuk mencari jawaban. Dari sinilah kita kembali belajar dan mengasah pemikiran. Dari diskusi itu juga mungkin saja timbul pemahaman yang berbeda-beda berdasarkan pengetahuan dan kondisi siswa. Dengan begitu timbulah kebijaksanaan kita dalam menyikapi sebuah pengetahuan.

 

            Diawali dengan kemauan keras untuk mewujudkan masyarakat yang kuat sentosa ( lekase lawan kas) seorang yang berilmu akan bergerak mengaplikasikan ilmunya agar berguna  di masyakarat. Sesuai dengan arti pendidikan yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara, “ Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu hidup dan menghidupkan anak selaras dengan alam dan masyarakat.”

 

Alangkah bahagianya  kalau kita dapat mengantarkan generasi hingga mereka dapat hidup selaras dengan masyarakat. Syukur-syukur dapat menghidupkan masyarakat,  menjadi manusia yang dinanti-nantikan kehadirannya di sana.

 

Pada saat kita mencari ilmu hendaklah diiringi dengan pengendalian terhafap hawa nafsu. Pengetahuan kita yang tinggi idealnya diiringi juga dengan budi pekerti yang baik. Seorang yang ilmunya sedikit jika ia berbuat jahat maka dampaknya hanya terbatas. Namun orang berilmu banyak  jika ia berbuat keburukan maka dampak yang ditimbulkan sangat luas. Sebab dengan ilmunya ia dapat berbuat lebih "lihai" dibandingkan orang yang sedikit ilmunya. Siapa yang dapat mengendalikan perbuatan seperti itu, tak lain adalah dirinya sendiri.  

 

 naskah_ke_16

tantangan_menulis_70_hari

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Teruskan membaca... »»  

Sabtu, 11 Juni 2022

BELAJAR SEPANJANG HAYAT

 

 




Suatu saat seorang teman lama mengirimkan buku yang covernya menghiasi halaman ini ke rumah. Teman kala di Madrasah Aliyah.  Satu atap tapi beda jurusan. Meski begitu saya tak mengenal secara pribadi kala itu. Syukurlah beberapa tahun ini kami bertemu di dunia maya dan beliau mengirimkan buku karyanya melalui kurir.

 

 

Bangga mempunyai teman yang begitu piawai dan produktif. Buku itu adalah kumpulan tulisan- tulisannya di berbagai media masaa yang kebanyakan adalah media cetak di Klaimantan Timur. Ya, teman saya sekarang bekerja di Balai Bahasa Provinsi Kalimanaan Barat.

 

Saya baca Biodata Penulis di halaman paling belakang. Di sana saya temukan  kemewahan dalam perjalanan karir dan pendikan beliau  sehubungan dunia kepenulisan. Begitu runtut, begitu urut dan begitu saling terkait erat perjalanan dari jenjang pendidikan yang satu ke satunya. Tahun demi tahun karir di dunia kepenulisan itu terbentuk hingga kini beliau mantap bekerja yang sangat erat dengan dunia kepenulisan.

Sejenak  saya  merenung , lalu menyandingkan  dengan perjalanan saya sendiri. Sekali lagi menyandingkan, bukan membandingkan. Mana berani saya membandingkan skenario terindah dari  Allah untuk hambaNya.

 

Tahun 1991, saya lulus dari sekolah yang seatap dengan beliau, MA Al Muayyad Solo. Mengikuti tes di IAIN Suka dan mengambil jurusan ADAB. Satu kampus yang beliau masuki  ,  tetapi pada tahun yang berbeda. Jika beliau lulus tahun 1999 berarti kira-kira tahun 1994 beliau mengijakkan kaki di fakultas Adab yang terletak di sebelah timur auditorium IAIN Suka. Gedung dua lantai dengan kursi-kursi kayu yang terkesan jadul itu tak mampu membuat saya berlama-lama di sana. Itulah bedanya saya dengan beliau yang pasti sangat menikmati pendidikan di fakultas yang mempunyai jurusan SKI dan Sastra Arab itu. Mungkin saya keliru  mengambil jurusan Sastra Arab waktu itu, terlalu tinggi.

Keluar dari   IAIN saya mondar mandir mencari pekerjaan. Saat- saat keprihatinan itu beberapa artikel dan cerpen saya sempat mendapat sambutan baik oleh majalah lokal. Dunia kepenulisan kembali saya tekuni demi honor yang ingin saya dapat.

 

 

Akhirnya satu tahun berselang saya masuk kampus baru di AMS Solo mengambil jurusan Manajemen Perusahaan . Lulus dengan gelar AMd pada tahun 1995. Tiga tahunmengutak atik materi kuliah tentang ekonomi pastilah saya telah mengalami amnesia tentang dunia kepenulisan. Dan saya yakin saat itu beliau Profesor sedang asyik asyiknya mengembangakn bakat menulisnya yang kian hari kita melejit.

 

 

Usai memperoleh gelar AMd saya kembali terpaku di rumah, bertanya-tanya ke mana kaki akan saya langkahkan. Pada kegelisahan itu beberapa artikel dan ceroen kembali disambut gembira oleh majalan lokal. Hingga tahun 1998 saya diberikan anugerah menjadi staf TU di sebuah madrasah.

 

Pada tahun 2004, saat beliau menamatkan pendidikan S-2nya di IAIN  saya sedang berkutat dengan tak,tik, tak,tik, mengetik di kantor TU di sebuah madrasah sebagai staff TU.

 

 

Pada tahun  2006  kala beliau membukukan penelitiannya Transliterasi Khulosah Siroh al-Muahammadiyah, Seruan Islam Karya Maharaja Imam Sambas Muhammad Basuni  karya  Imran, saya berkutat dengan angka-angka sebagai bendahara madrasah. Dan kebosanan dengan angka itu berakhir kala saya masuk ke UNWIDHA, menamatkan DIII ekonomi dulu agar menjadi S1 tetapi pindah jurusan ke ranah Ilmu Kependidikan Geografi.

 

Dalam waktu luang yang membosankan di kantor TU saya kembali teringat bahwa saya suka menulis. Saya kirim beberapa cerpen dan lolos redaksi majalah intern kementrian agama Jawa Tengah. Satu satunya cerpen yang masuk ke Harian Solopos membuat  makin semangat menulis bersemi lagi.

 

 

Pada tahun 2008, 2010 dan 2011 saat buku-buku  antologi beliau terbit dan artikel artikel cerdas banyak beliau lahirkan saya sibuk mempersiapkan karir sebagai guru di sekolah yang baru.  Di awal –awal pindah tempat kerja ada kesepian yang begitu dalam karena  berada di madrasah  yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan tempat kerja yang  lama. Ingatan untuk menulis kembali hadir, saya  mencoba membuat artikel dan cerpen, tetapi saya amati dunia kepenulisan sudah sangat ramainya. Banyak penulis yang hebat bermunculan membuat saya tak berselera menampilkan karya.

 

Kesepian itu usai ketika saya harus mengajar dua sekolah untuk memenuhi jam sertifikasi. Hingga beberapa tahun yang lalu, ketika beliau mengirimkan buku itu ke rumah, saya masih belum percaya diri untuk menulis lagi. Sempat masuk ke beberapa grup penulis di facebook tetapi justeru rasa minder itu kian memaksa saya  agar  diam saja tanpa karya. Pernah ikut menyelipkan tulisan di beberapa buku antologi bersama teman-teman yang  bisa sedikit menarik saya dalam ingatan tentang dunia kepenulisan.

 

 

Kini, ketika  saya baca karya beliau yang begitu hebat saya menyadari bahwa untuk menjadi hebat membutuhkan jalan panjang yang saling berkaitan. Dunia kepenulisan yang telah beliau raih adalah hadiah yang sangat pantas bagi kerja keras dan profesionalitas yang beliau perjuangkan. Sedangkan saya, hanya menjadikan dunia kepenulisan sebatas hoby yang saya kunjungi  untuk menghibur hati dan meninggalkannya kala kesibukan datang. “Suka” saja tidak cukup, passion harus diperjuangkan terus menerus.

 

Mungkin ada yang bernasib seperti saya , memulai menulis di usia yang tak muda lagi, tetaplah semangat. Sebab kemauan dan kemampuan meski sesederhana apapun adalah anugerah Allah yang layak kita syukuri dengan terus mengasahnya. Salam literasi.

 ( Revisi dari tulisan Saya, Buku dan Teman Lama)

 naskah_ke_15

tantangan_menulis_70_hari

 

 

 

 

 

 

 

Teruskan membaca... »»  

BERPACU DENGAN WAKTU

 

Ibu Ajeng  masuk kelas sambil membawa toples kaca yang lumayan besar di tangan kanannya sedang tangan kirinya tertenteng kantung plastik. Ketika dibongkar  tampaklah isinya; ada batu-batu yang cukup besar, kerikil, pasir dan air.  Bu Ajeng mengakat toples    agar para siswa bisa melihat, “Ini toples masih kosong ya anak-anak, kita akan mengisinya sampai penuh. “

 

Ia lalu mengisi toples itu dengan batu besar sampai penuh, lalu menanyakan pada anak-anak, “ Apakah toples ini sudah penuh? “ .

“ Iya Bu, sudah penuh dengan batu besar.”

Ibu Guru itu kembali mengisi toples dengan kerikil lalu mengguncangnya sehingga kerikil itu memasuki celah-celah diantara batu-batu besar. Kembali ia bertanya, “ Apakah sekarang sudah penuh? “

Anak-anak menjawab sambil tersipu, “ Iya, lebih penuh.”

Ibu Guru menurunkan toples dan mengisinya lagi. Kali ini ia mengambil pasir lalu menuangkan  dalam mulut toples sampai semua pasir mengisi sisa ruang dalam toples. “ Apakah ini sudah penuh? “ kembali ia bertanya.

“Penuuuh, “ Jawab anak-anak sambil tertawa, ternyata  masih saja tersisa ruang di toples.

Masih ada air yang ada di atas meja. Ibu Guru itu kembali memasukkan air sampai air itu meresap ke dalam pasir. “ Apakah toples ini benar-benar penuh? “

“ Iya Buuuu, sekarang benar-benar penuh,” Jawab anak-anak serentak sambil dalam hati bertanya untuk apa Bu Ajeng mengisi toples dengan semua itu.

 

 

 

Ilustrasi di atas  terinspirasi dari buku First Things First ( Dahulukan Yang Utama) karya Stephen R. Covey dkk. Waktu adalah modal terbesar manusia. Dari rentang waktu yang panjang sejak lahir sampai meninggal ada banyak sekali hal yang bisa kita lakukan. Dalam waktu itu kita bisa memilih aktivitas seribu satu macam, dari yang paling paling bermanfaat   sampai  aktivitas yang membawa kerugian. Wajar jika Allah mengingatkan dengan tegas. “ Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali mereka yang berbuat baik, saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.”

 

Sayangnya seringkali kita kurang bisa menghargai waktu. Kadangkala saya terjebak berjam-jam di sebuah ruang rapat, hanya karena mereka kurang menghargai waktu. Saya diundang jam 08.00 seperti tertulis dalam surat undangan, namun ketika jam 08.00 tepat saya sampai di ruang tersebut belum seorangpun  tampak. Bahkan panitia pengundang  masih belum selesai membenahi  tempatnya. Akhirnya saya menunggu sampai pukul 10.00 dan saat itu rapat baru dimulai. Siapa yang dapat mentolelir keteledoran seperti ini. Tetapi apa daya, hal ini seing terjadi. Tak hanya di kantor-kantor yang megah tetapi menelusup sampai ke kampung-kampung. Rupanya budaya mengulur waktu belum jua beranjak dari negeri tercinta ini.

 

Apakah  agar produktif kita mesti membuat daftar panjang untuk memenuhi jadwal kita? Waktu dan produktifitas memang tak terpisahkan. Kita bisa produktif dengan pekerjaan atau berbagai karya jika tersedia waktu yang cukup. Tetapi kita  tak harus memenuhi jadwal seharian kita dengan daftar yang begitu panjang . Justeru karena waktu yang  tersedia terbatas, maka sebaiknya kita memilih kegiatan yang penting untuk dilaksanakan.

 

Dalam ilustrasi toples di atas kegiatan yan paling penting ( prioritas ) jika kita lakukan dan tercapai maka hidup dapat  berjalan baik. Seperti bekerja, belajar, beribadah dan menjaga kesehatan.   Hidup kita sangat terdukung dengan kegiatan penting tersebut. Setelah itu barulah kita menjalani hal-hal yang mendukung lainnya,  berupa kegiatan yang cukup penting, seperti menjalin pertemanan , belajar pengetahun baru dan lainnya sesuai dengan target yang kita tetapkan. Barulah terakhir kita lakukan hal hal yang kurang penting tetapi jika kita lakukan maka hidup kita akan berwarna, seperti menambah  pertemanan di sosial media, berlanja baju atau mengunjungi tempat yang kita suka. Urutan setiap kegiatan berbeda untuk setiap orang. Maka urutan itu bisa naik atau turun sesuai impian orang tersebut, “ ingin menjadi seperti apa yang mereka targetkan.”

 

Dengan pengurutan tersebut kita mencegah terjadinya   kelelahan karena sibuk seharian dengan aktivitas yang padat tetapi ketika kita menyadarinya ternyata aktivitas yang kita lakukan tak begitu mendukung cita-cita atau tujuan.  Lakukan hanyalah hal-hal yang mendekatkan pada tujuan yang telah kita tetapkan. Kalau sudah begitu tak aka nada waktu terbuang misalnya  hanya untuk membicarkan urusan orang lain di sela-sela kita bekerja. Atau menscroll scroll media social hanya sekedar untuk melihat lihat status orang –orang.

 

 naskah_ke_14

 tantangan_menulis_70_hari

 

 

 

 

 

 

 

 

Teruskan membaca... »»  
 

Sample Text