Social Icons

Pages

Selasa, 31 Mei 2022

SASTRA MEMBUAT PEKA

 



"Bahar sedang berada di tengah gurun pasir. Terhampar luas. Sejauh mata memandang.
Matahari terik di atas kepala. Itu seperti sebuah halte atau terminal, tempat pemberhentian sementara. Ada banyak orang di sana, hendak melanjutkan perjalanan, melintasi gurun pasir, pergi ke tujuan akhir. Tempat manusia diadili seadil adilnya. Dia menyaksikan , sebagian besar orang-orang mmebawa beban yang sangat berat, karung-karung di pundak, bola-bola besi mengangganduli kaki. Dengan pakaian compang –camping mereka merangkak di atas pasir yang segera membakar kaki. Darah menetes, jerit kesakitan tedengar. Malang sekali nasib mereka."
 
Jika ingin tahu kelanjutan dari potongan cerita ini bacalah novel Janji karya Tere Liye, penulis kenamaan yang selalu menghadirkan novel-novel bergizi sarat makna. Dikisahkan, seorang pemuda bernama  Bahar,  siswa dari sekolah agama.  yang telah membuat kesalahan lalu   memilih   keluar dari sekolah itu. Dalam pengembarannya ia  mengalami berbagai hal yang  membuatnya  dicari-cari oleh gurunya.
 
Dalam mimpi sang guru,  Baharlah yang membawa kereta terbang di tengah gurun pasir yang panas itu. Ia menolong gurunya dari terik matahari dan panggangan gurun pasir.Karena  itulah  Sang Guru terus saja mencari Bahar dan sangat ingin tahu, gerangan amalan baik apa yang telah diperbuat Bahar sehingga ia menaiki kereta terbang yang sangat indah.
 
Cerita, bagi saya semua anak-anak adalah sebuah misteri yang menarik. Pun bagi orang dewasa seperti kita . Sudah menjadi naluri manusia suka terhadap cerita. Bahkan  kitab suci Al Quran  mengambil jenis cerita untuk dijadikan  penyampaian ajaran Islam.  Banyak kisah yang dapat kita petik dari Al Quran seperti kisah para Nabi, orang-orang shalih maupun orang-orang yang  menganiaya diri mereka sendiri.
 
Karya sastra adalah tentang kita, para manusia,  karena itulah membacanya menjadi begitu menarik. Bukankah kita selalu suka membicarakan diri kita sendiri? Meski itu duka atau pun suka, kisah kisah tentang kita tak akan pernah bosan kita dengarkan. Setiap kisah pasti mengandung makna yang berbeda. Hari kita mendengarkan kisah yang sama dengan kemarin, tetapi rasa  yang kita dapatkan dapat saja berbeda.
 
 
Capaian paling sederhana dari membaca karya satra adalah banyaknya kosa kata yang kita punya. Dengan begitu membantu kita untuk berkomunikasi kususnya komunikasi tertulis. Seorang penulis yang mahir pastilah pembaca yang rajin.
 
 Keuntungan berikutnya  adalah bertambahnya daya krativitas kita. Makin beragam cerita  yang kita baca  makin banyak pula sirkuit di otak  kita yang terjalin. Jalinan itulah  yang akan menumbuhkan kreativitas, terhubungnya satu informasi dengan informasi lain lalu terbentuk informasi yang baru.
 
 
Selanjutnya  dengan membaca karya sastra  kita  dapat mengasah kepekaan terhadap berbagai peristiwa di alam ini . Karya sastra memang sebuah fiksi, kisah yang tidak nyata. Namun fiksi pun terbentuk dari penelitian panjang terhadap kehidupan nyata sehari-hari. Dapat kita ringkas bahwa fiksi adalah gambaran dari kenyataan yang ditulis dengan gaya bahasa pengarangnya sendiri. Dengan begitu kita dapat bercermin dan mendapatkan pengalaman dari membaca karya satra.
 
Piknik dengan satra, mengapa tidak ?
 
Sudah banyak destinasi wisata yang kita datangi mungkin. Setiap kita pergi ke sana pastilah memakan biaya transport dan lain lainnya termasuk untuk masuk ke obyek wisata.Lalu barulah kita bisa bersenang senang di sana. Semakin jauh semakin banyak  yang kita keluarkan 
 
Apakah  kita pernah berfikir, bisa berwisata gratis dengan tetap  duduk di kursi? Ya, dengan membaca karta sastra kita bisa mendatangi Amerika, Inggris, India  bahkan kutub utara sana . Lebih dramatis lagi, novel janji yang saya kutib di atas mengajak kita untuk pergi ke padang masyar, tempat perhentian manusia dari alam barzah ke alam akherat.Ajal belum menjemput tetapi  kita sudah berdarmawisata ke sana .
 
 
Jika pembaca novel itu anak-anak generasi berusia belasan tahun, mereka  bahkan mereka bisa mengunjungi tempat-tempat pada dua puluh tahun lalu. Lengkap dengan  orang –orang yang tinggal di sana dan kejadian yang terpampang di depan mata. Mereka bisa berbincang, tertawa dan menikmati suasana tahun 1980an dimana Bahar  menikmati masa mudanya.
 
 naskah_ke_8
 tantangan_ menulis_70_hari
 

 

 

 

 

 



Teruskan membaca... »»  

MAKANAN PENJAGA OTAK

 

Dengan nada  bercanda saya tanya anak-anak, “ Coba kamu hitung berapa butir siomey  yang masuk  ke perut kamu selama kamu bersekolah? Di SD atau MI  6 tahun, MTs tiga tahun dan nanti di SMK tiga tahun. Jadi ada dua belas tahun kamu makan siomey setiap hari. Coba kamu hitung juga berapa liter saus kau habiskan dalam waktu yang sama?” Anak-anak menanggapi dengan tertawa-tawa. Mereka tak sempat  berfikir apa yang masuk dalam tubuh sendiri.

 

Otak yang sehat adalah investasi tak ternilai harganya. Tetapi seringkali kita abai memelihara anugerah Tuhan yang satu ini. Kita bahkan melupakan  apa saja makanan yang mendukung otak sehat,  padahal di kelas kita sudah menyampaikan  pada para siswa berbagai manfaat makanan dan kandungannya bagi tubuh  termasuk organ yang sangat penting yaitu otak. Alangkah baiknya jika ilmu yang sudah kita pahami kita terapkan dalam menjaga pola makan sehari-hari.

 

Tentang makanan yang menyehatkan otak, marilah kita tengok lagi kehidupan orang-orang Jepang di Okinawa yang tekenal berusia terpanjang di seluruh dunia. Tetapi setelah Amerika menduduki Jepang pada usai Perang Dunia  Kedua, kira-kira tahun 1970-an, pola makan mereka berubah. Dari makan ikan sebagai makanan utama berganti dengan makanan menu Barat yang banyak digoreng dengan minyak sayur. Hasilnya mereka tak lagi nomor satu, tapi hanya menduduki peringkat kelima dalam hal panjang umur. Para peneliti menyatakan bahwa menu baratlah pemicunya. Dalam menu Barat  tidak ada keseimbangan  antara omega-6 dan omega-3. Perbandingan yang tepat adalah 1:1. Sedangkan pada makanan modern yang sering dikonsumsi anak-anak sekarang perbandingannya jauh dari seimbang, dari 20 sampai 50 banding berbading satu, begitu penulis kutib dari buku Belajar Cerdas karangan Jalaluddin Rakhmat.

           

Dalam buku itu juga diilustrasikan bagaimana nasib otak yang terus diasupi dengan omega-6. Mengasup makanan yang banyak mengandung omega-6 tanpa mengimbanginya dengan makanan  yang mengandung omega-3 dapat menimbulkan “kebakaran” pada sel-sel otak. Seperti pembakar hutan, omega-6 dapat menyiramkan sejenis “ bensin” yang bernama asam arakidonik. Pada akhirnya asam ini akan menyalakan glutamate, neotransmiter yang meluaskan pembakaran “hutan” sel otak secara berantai, dalam proses yang disebut  excitotoxicity. Makin lama pembakaran itu berlangsung maka makin banyak kerusakan pada otak kita.

 

Akibatnya otak mengalami penurunan. Sederet penurunan dan gangguan mental yang dapat terjadi adalah : mudah depresi, ingatan yang jelek, kecerdasan yang rendah, kelemahan belajar, disleksia, tidak bisa menaruh perhatian, skozrofenia, pikun, penyakit Alzheimer, penyakit syaraf degenerative, kurang konsentrasi, gampang tersinggung, melakukan agresi dan kekrasan, dan bunuh diri.

Mari kita ingat  lagi makanan yang mengandung omega-6 sebagai perusak otak  dan omega-3. Keduanya baik untuk otak, kita hanya perlu menyeimbangkannya dengan bijak. Omega-6 terdapat pada : jagung, kedelai, serela, telur, kebanyakan minyak goreng dan makanan cepat saji.  Omega-3 terkandung dalam ikan-ikan laut seperti tuna, salmon, lemuru ( ikan asli Indonesia yang berharga murah) dan mackerel. Juga dari sumber makanan darat seperti sayuran hijau, daging kerbau, kacang-kacangan, minyak zaitun dan minyak ikan. Untuk menyehatkan otak baiknya kita tambahkan dengan makanan yang kaya antioksidan seperti buah-buahan yang berwarna cerah.

 

Betapa banyak variasi bahan makanan yang dapat kita pilih untuk mendukung otak tetap sehat. Berjalanlah di pasar-pasar tardisional pasti akan kita dapati sumber makanan yang begitu berlimpah dengan harga yang murah. Tanah air kita ini, bagaikan surge bagi pecinta makanan alami.

 

Bila kita sadari bahwa makan bukan sekedar memasukkan makanan ke mulut, tetapi memberikan asupan pada otak kita, maka perlahan arah kita menuju pola makan yang sehat dapat kita jalani. Mungkin sekali lidah kita sudah termanjakan dengan merasakan makanan yang berbumbu instan dan tajam. Atau sudah terlanjur suka  gorengan yang renyah. Juga makan bertepung yang hangat diguyur saus yang menggoda. Sedang para siswa biasanya sudah jatuh cinta pada menu Barat seperti burger, hotdog atau fried  chiken.

 

Tetapi apa kita bisa membayangkan betapa rendahnya kualitas mereka sepuluh tahun atau dua puluh tahun ke depan jika kita tidak berhijrah pada pola makan sehat. Generasi bisa menjadi sehat jika berbekal makanan yang sehat. Guru yang mempunyai otak dan sikap mental yang baik terjadi karena unsur makanan yang diasupnya sehat. Setiap suap yang kita msukkan ke mulut akan menjadi bahan nutrisi otak atau sebaliknya menjadi penyerang bagi otak, kitalah yang menentukan. Agama menganjurkan, pilihlah makanan yang ( bukan hanya) halal tetapi juga yan baik. Artinya mengandung cukup nutrisi dan tidak merusak tubuh.

 

 

Betapa menyenangkannya jika nanti di hari tua kita masih bisa tersenyum bahagia dengan emosi yang masih stabil, dengan mental positif yang masih  terjaga karena jarang menderita depresi. Betapa bermaknanya  jika di masa tua kita masih bisa memberikan kontribusi pada masyarakat dengan karya- karya kita yang berupa tulisan ataupun gagasan.Semua itu akan tercapai jika kita memperhatikan isi piring kita mulai saat ini.

 

 #naskah_ke_tujuh

#tantangan_menulis_70_hari


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Teruskan membaca... »»  

Senin, 30 Mei 2022

STATUS GALAU PARA GURU

 

Hasan tersenyum senyum begitu berpapasan dengan Ibu Guru Ida. Senyum sapaan yang ramah pastinya, namun meski bu Ida  berlalu senyum itu masih saja tersungging. Bukan lagi senyum ramah  tapi senyum nyengir kuda. Apa yang terjadi  hingga siswa berseragam putih biru ini begitu lama menyunggingkan senyumnya.

 

Rupanya kemarin malam  siswa kelas IX ini  membaca status yang dibuat oleh gurunya. “ Hatiku seperti terselimuti es setiapkali melihatmu.” Bukan hanya kemarin, beberapa kali sebelumnya pemuda tanggung ini juga mengamati status bu Ida yang ada di WhatsApp, “ Musnah sudah harapanku untuk bersanding denganmu. ”Gerangan apakah yang terjadi dengan ibu guru cantiku ini," pikir Hasan.

 

 

Sebagai guru kita tentu tak lepas dari semua persoalan yang kadang ingin sekali kita curahkan agar hati terasa lebih ringan. Alangkah bagusnya jika kita mengeluarkan semua beban itu dengan bijak agar tak menjadi bahan opini atau tertawaan orang lain. Ada persoalan  yang tak pantas dilontarkan di media social sebagai wilayah publik. Jika sampai persoalan itu terlontar ke sana maka akan menimbulkan pemikiran yang berbeda dari pembaca. Dampaknya mereka akan menganggap kita seperti yang mereka bayangkan. Mungkin saja kita hanya sekedar iseng membuat status agar terkesan seru, tetapi pemikiran pembaca sangatlah beragam. Dampaknya bisa saja  merendahkan kewibawaan kita sebagai guru.

 

Dalam undang-uandang RI tahun 2005 nomor 14   pasal 8 telah diamatkan bahwa guru haruslah mempunyai kompetensi kepribadian yang bernama kewibawaan. Artinya guru haruslah  mempunyai  perilaku yang dapat memberikan pengaruh positif dan disegani peserta didik. Amanat ini bersifat melindungi guru dari tindakan yang dapat memperburuk citra guru di masyarakat.  Kita pasti tahu bahwa citra yang baik adalah modal yang sangat diperlukan untuk mendidik. Guru haruslah punya daya untuk digugu dan ditiru. Pengaruh ini berdampak sangat kuat pada para siswa, karena guru adalah salah satu sosok  yang mereka teladani. Bahkan guru adalah orang tua bagi para siswa ketika berada di sekolah.

Miris sekali kalau kita mendengar sekumpulan siswa sedang menggunjingkan perilaku gurunya yang kurang sesuai norma. Jika begitu siapa lagi yang mereka jadikan sosok panutan.

 

Maka marilah kita berhati hati dalam membuat status. Jangan mudah  tergoda dengan rayuan facebook dengan kata-kata manisnya,” Apa yang Anda pikirkan?” lalu kita menuliskan apa saja yang terfikirkan pada saat itu tanpa menyaringnya .

 

 

Saya membuat ilustrasi di atas  karena melihat ada teman-teman guru yang masih cukup muda, yang pemahaman pada profesinya masih perlu ditambah. Seringkali mereka melontarkan status yang berisi konflik dengan teman, pasangan atau pun beban pikiran yang bernada emosional sehingga terkesan kurang dewasa.

 

            Lalu bagaimana agar kita aman berstatus ?

 

        Pertama, baiknya pikirkan dulu sebelum menulis. Kadang kita lupa ketika sudah memegang gawai. Rasanya ketika sudah duduk menyendiri di kamar kita mengira bahwa itu ruang pribadi.  Tapi nyatanya begitu kita menggunggah status ruang yang kita rasa itu pribadi sejatinya adalah ruang publik yang begitu luas. Begitulah sihir jaman kini. Sadarilah dampak dari status ketika dibaca orang lain. Jangan sampai kita menjadi bahan obrolan yang kurang sedap atau bahkan menjadi bahan tertawaan karena status kita yang berlebihan ( lebay).

 

 

        Kedua, jauhi gawai pada saat emosi meninggi dan pikiran sedang kusut.  Saat seperti itu  kita mudah sekali mengucapkan atau menuliskan   kalimat yang emosional. Baiknya duduklah jika saat itu kita sedang berdiri. Atau berbaringlah jika saat itu sedang duduk. Dinginkan kepala dan hati dengan mengambil air wudlu bagi yang beragama Islam.

 

        Ketiga, carilah katarsis yang sehat. Mempunyai persoalan  yang berat memang cukup menyiksa. Ingin rasanya segera membuang masalah itu melalui apapun yang paling dekat dengan kita. Cari saluran yang sehat untuk membuang persoalan. Misalnya menulis buku harian atau  mencurahkan pada sahabat  yang terpercaya.

 

        Allah  adalah sahabat sejati. Berceritalah pada Allah melalui doa,  apa saja yang membebani hati kita. Ia adalah sahabat yang tak pernah meninggalkan  kita sedetikpun. Sudah banyak penelitian mengungkapkan bahwa kebahagiaan lebih mudah tercapai oleh mereka yang rajin berkomunikasi dengan Tuhannya dibanding mereka yang menanggung beban itu sendirian. Rasakan lengan Allah yang begitu kokoh menopang beban kita. Sambutannya yang begitu hangat membuat air mata bisa mengalir deras sehingga beban terasa ringan.


#naskah_ke_enam

#tantangan_menulis_70_hari


Teruskan membaca... »»  

Minggu, 15 Mei 2022

CEKLIS PENGHILANG JEMU (2 )

 

 

            Tulisan kali ini adalah kelanjutan dari postingan yang lalu dengan judul yang sama. Di postingan tersebut saya mengemukakan tentang saran penyusunan  ceklis untuk mengurangi rasa jemu  menghadapi  pekerjaan admnistrasi guru yang  menggunung.

 

Upaya tersebut akan saya perjelas di sini. Dalam buku yang berjudul Pentingnya Sebuah Ceklis, karangan  Atur Gawande, saya mendapati cerita menarik tentang ceklis.

Di dalam buku tersebut   diceritakan   keberhasilan para dokter bedah dalam menyelamatkan nyawa pasien. Tentu pekerjaan mengoperasi  pasien adalah pekerjaan yang sangat biasa karena telah merekan jalankan bertahun-tahun. Karena itu banyak kesuksesan mereka raih dalam menyelamatkan nyawa  pasien.

 

Tetapi ada saat tertentu ketika membantu pasien yang tertembak dan pasien gagal jantung.  Terjadi kepanikan yang luar biasa ketika berada di kamar operasi  karena sempat pasien itu tidak bernafas. Memang pada akhirnya dengan gemilang kepanikan itu teratasi, tetapi dari kejadian itu menyisakan tanda tanya besar, “mengapa itu bisa terjadi .” Setelah mereka teliti ternyata ada langkah yang terlewat  yang luput dari perhatian selama operasi. Kesalahan yang seharusnya tidak dilakukan oleh para dokter seahli mereka.

 

Merekapun mencari cara bagaimana untuk meminimalisir kesalahan tersebut. Didukung oleh rujukan pada  sebuah esai yang ditulis oleh  pakar pakar filsafat Samuel Gorovitz dan Alasdir Maclntyre pada tahun 1971, maka makin lengkaplah pengakuan atas kelemahan  manusia. Dalam esai tersebut dikemukakan bahwa manusia tak bisa lepas dari “ kekeliruan penting ( nessesary fasibility).

 

            “Kita tidak tahu tentang segala hal dan tidak berkuasa atas semuanya.  Bahkan kendati telah dibantu dengan teknologi, kekuatan fisik dan mental kita terbatas. Sebagian besar dunia dan jagat raya - sekarang dan selamanya -  akan berada di luar dan kendali kita , “ begitu kalimat dalam buku tersebut.

 

 

Gerangan alat apakah yang akhirnya mereka pilih sebagai pembantu pekerjaan mereka? Ceklis.

 

Ya, mereka menggunakan ceklis untuk menangani pasien ketika berada di kamar operasi. Ceklis atau daftar periksa adalah jenis bantuan pekerjaan yang digunakan untuk mengurangi kegagalan dengan mengkompensasi batas potensi memori dan perhatian manusia, begitu sumber dari Wikipedia menyebutkan. Bisa kita bayangkan sebuah operasi yang begitu rumit pasti memuat banyak prosedur atau langkah-langkah yang serius. Salah satu langkah terabaikan maka nyawa pasien gagal terselamatkan.

 

Coba kita simak apa saja yang terdapat dalam sebuah ceklis. Ada judul pekerjaan yang membuat kita tak gagal focus  pada pekerjaan lain sebelum semua tercentang. Ini sangat perlu mengingat sering kali kita tergoda untuk mengerjakan pekerjaan yang sama dalam satu waktu.Yang terjadi bukan segera rampung, malah  hasilnya tidak maksimal atau  tidak rampung dua duanya.

 

Dalam ceklis terdapat urutan pekerjaan  satu persatu. Ini membantu memori manusia yang sangat terbatas. Kemungkinan terlewat akan bisa kita kendalikan dengan memperhatikan nomor pernomor dalam ceklis.  Inilah dorongan terkuat manusia mereka membuat ceklis.

 

Ceklis tak hanya sekali pakai, bahkan kita bisa membuat ceklis standard tentang pekerjaan tertentu sehingga ceklis ini bisa dipakai lagi  oleh siapapun. Untuk guru baru kita tak perlu mengajari terlalu lama, dengan menyodorkan ceklis biasanya ia  bisa memahami dengan cepat apa yang harus dikerjakan. Kita tinggal menyempurnakan lagi jika ada perubahan.

 

Ceklis juga menjadi alat yang bagus untuk mengevaluasi pekerjaan kita. Misalnya seberapa cepat kita mencapai target, sejauh mana kita mengalami peningkatan dibandingkan dengan waktu-waktu yang lalu dan evaluasi lainnya.  

 

 

#naskah_ke_empat

#tantangan_menulis_70_hari

 

Teruskan membaca... »»  

CEKLIS PENGHILANG JEMU

 

Selamat bertemu kembali pembaca. Hari ini saya berusaha mengejar hutang tulisan yang kemarin belum sempat saya  yang setorkan kepada panitia PMA Tantangan menulis 70 hari. Banyak kesibukan mengerjakan administrasi usai ujian madrasah yang memaksa saya untuk berada di depan  laptop berkutat dengan data dan nilai sehingga waktu menulis tersita.

 

Bicara soal admnistrasi madrasah atau sekolah saya kira para pembaca sudah demikian maklum : banyak yang harus dikerjakan. Seorang guru memang punya tugas di luar mengajar yang cukup banyak. Tugas untuk mengadministrasikan segala kegiatan pembelajaran yang dilakukan meliputi perencanaan yang terangkum dalam RPP, Program kerja tahunan, semesteran, perencanaan penilaian, pengembangan kurikulum dan lain lain. Kemudian dalam proses pembelajaran masih ada pekerjaan :  mengadministrasikan kegiatan ulangan, yang setahun ada empat macam yaitu ulangan harian lengkap dengan analisisnya, Ulangan Tengah Semester,  Ulangan Akhir Semester dan Ujian. Di sela-sela itu ada pengayaan dan remidi. Juga penyusunan modul atau pengembangan diri lainnya yang berupa penelitian. Serta seabrek admnistrasi lain-lain yang tidak bisa saya sebutkan semuanya di sini karena saat ini memang kita tidak sedang  membahas maca-macam  administrasi guru , tetapi fokus   pada bagaimana agar pekerjaan itu   tidak menjemukan.

 

 Sebab saya  sendiri kadang sering merasa jemu  dengan banyaknya pekerjaan administrasi tersebut. Meski banyak aplikasi  yang kadang memudahkan ,  tetapi tetap saja berhubungan dengan data dan angka bagi karakter semacam saya yang ada sedikit sentimentilnya, hehe, menjadi cukup membosankan .Padahal di balik  itu saya mengerti bahwa    memang  admnisitrasi itu memang diperlukan untuk evaluasi kita pada pengawas, bukti  fisik  pencairan dana BOS  dan juga meningkatkan mutu dalam akreditasi sekolah. Tetapi kalau boleh meminta saya akan matur, " mbok ya disederhanakan."

 

Coba lihat, semua  laporan yang kita  buat seakan –akan  ditujukan pada pihak luar sebagai bentuk tanggung jawab kita sebagai guru. Di sinilah saya akan mengajak pembaca untuk menghilangkan  ataupun kalau belum bisa ya mengurangi rasa jemu kala  mengerjakan administrasi tersebut.

 

     Saya banyak melihat di banyak sekolah ,  admnistrasi itu baru dikerjakan atau dibuat kala  ada pihak luar  melakukan pemeriksaan pada kita sebagai guru. Pengawas datang kita buru-buru memberesi semuanya, akreditasai datang kita lembur semalaman.

Kalau itu yang terjadi  berarti kita mengasumsikan bahwa tugas admnistrasi itu kita peruntukkan untuk pihak luar. Jadi ya kita malas-malasan, “ untuk apa melayani orang lain padahal kita telah benar-benar mengajar setiap hari, “ itu keluhan sebagian teman-teman guru.

 

Saya menyarankan untuk memakai cara sederhana agar  pekerjaan itu tak menjadi beban. Apa itu ?

 

Satu, sadari bahwa  pekerjaan itu adalah bagian dari pekerjaan kita, bukan pelayanan untuk pihak luar.

 

Dua, Buat ceklis mingguan . Misal minggu ini adalah minggu ujian, saya sebagai guru yang diberi tugas tambahan sebagai Wakil Kepala Bidang Kurikulum akan membuat  ceklis yang berisi :membuat undangan rapat, membuat notulen rapat, membuat SK Panitia, membuat soal Ujian dan kisi- kisi dan daftar panjang lainnya.  Beri kolom centang pada setiap point.

 

Lalu lakukan saja , kerjakan  satu persatu sesuai ceklis, dan beri centang kalau sudah terlaksana. Jangan lupa, ucapkan terimakasih kepada diri sendiri  setiap kali mencetang satu point. “ Yess, terimakasih diriku yang hebat, telah mengerjakan pekerjaan hebat ini. “Kasih emoticon senyum juga bagus.

 

Kalau minggu ini selesai buat ceklis lagi minggu depan, begitu seterusnya. Jangan melihat berapa banyak yang masih harus dikerjakan tetapi kerjakan saja apa yang kita tulis di ceklis . Selamat mencoba.

 #naskah_ke_4

#tantangan_menulis_70_hari


 

 

 

 

 

Teruskan membaca... »»  

Selasa, 10 Mei 2022

HUTANG GURU

 



Makin ramai dunia makin ramai pula dunia hutang menghutang. Lihat saja iklan pinjaman yang kian berani. “ Hanya dengan modal hp dan KTP kamu sudah bisa melakukan pinjaman online, “ begitu bunyi iklan pinjol.

 

Generasi sekarang  makin gampang berhutang   karena begitu mudahnya persyaratan. Hanya dengan mengirim foto atau scan KTP lalu mengklik aplikasi pinjol, dana langsung  mengalir ke rekening peminjam. Menggiurkan sekali bagi anak muda sekarang yang memang suka hal yang serba cepat.

 

Tapi di belakang hari,  penagih yang bahasa halusnya DC sudah siap menggeretak  dengan kata-kata pedas di chat WhattApps. Orang yang tak biasa dibentak dengan kata-kata kasar pasti terkulai lemas. Itulah dunai pinjol yang menjamur di dunia maya.

     Beda generasi tentu beda situasi . Masih kuingat  kala tahun 2006 dimana   aku punya kebutuhan yang cukup mendesak ; sebuah  sepeda motor untuk bekerja. Dengan hati berdebar kumasuki bank, membuat surat  perjanjian, tanda tangan ini itu lalu kuserahkan SK PNS untuk pertama kalinya. Cukup rumit jika dibandingkan dengan pinjaman masa kini. Itupun masih harus ditelaah lagi apakah gajiku masih wajar kalau dipotong ataukah tidak, yang menjadi pertimbangan utama pihak bank.

Telaah tadi cukup wajar karena memang dari sisi psikologis orang yang berhutang terlalu banyak akan membebani pikiran. Langkahnya jadi tak mantap. Raut mukanya menjadi kurang cerah. Bagaimanapun hutang adalah beban. Yang membebani  hati sehingga tak merdeka. Meski bermobil mewah dan berbaju indah, tetapi  jika yang memakai jiwanya tak merdeka apalah artinya. Lebih indah memakai baju biasa dan berkendara sepeda motor tapi jiwa merdeka dari tekanan  hutang.

Beban psikologis bagi kita yang berprofesi sebagai guru cukup menganggu pekerjaan. Sebab guru idealnya tampil dengan jiwa merdeka yang terpancar dalam wajah cerah. Apa kata dunia jika seorang guru hadir di kelas dengan wajah kuyu. Siswa mana yang tertarik untuk belajar lebih lanjut jika melihat wajah gurunya saja sudah membuatnya lesu.

 

Artinya,  guru yang  tidak  punya tekanan hutang lebih berbahagia daripada  yang punya hutang.  Langkahnya lebih  ringan dan  tawanya lebih lepas. Saya pernah menjumpai seorang guru yang karena  begitu   tekanan hutang maka ia harus pontang panting mencari obyekan di luar mengajar untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Akhirnya waktunya lebih banyak habis di tempat obyekan. Padahal menjadi  guru tentulah harus siap menjadi pembelajar. Mengupdate pengetahuan untuk didiskusikan dengan para siswa agar tak ketinggalan informasi, mencari metode yang tepat untuk siswa yang berbeda karakter dan lain lain . Itu semua membutuhkan waktu yang cukup dan jiwa yang riang.

Punya hutang bukanlah aib, tetapi berhutang tanpa memperhatikan kemampuan kita untuk membayarnya  sehingga menganggu penampilan kita di kelas, akan menjadi aib bagi profesi guru yang mulia.

 

 

Teruskan membaca... »»  

Senin, 09 Mei 2022

AGAMA MANUSIA PURBA

 

 

Hari ini pelajaran Sejarah. Anak anak sudah siap dengan bukunya masing-masing. Pembahasan di kelas VII semester dua adalah tentang  kehidupan manusia purba. Aku memampang gambar manusia setengah  telanjang di depan kelas.  Anak anak tertawa cekikikan, seraya saling mengolok-olok dengan  menunjuk nunjuk gambar itu.

 

            Kukulum senyum dalam hati saja lalu kuisi buku Jurnal kelas dengan santai.  Biarlah   mereka  mengenal materi pelajaran dengan bercanda. Kuharap canda itu bisa memberikan rasa sejuk di jam terakhr yang gerah ini . 

  Tiga puluh menit metode ceramah dan tanya jawab kami lalui. Tiba –tiba seorang siswa bertanya , “ Apa manusia purba punya agamamu Bu? Di sini kok hanya disebutkan  mengenal  kepercayaan dinamisme dan  animisme.”

 

Bagaimana kita menjawab pertanyaan itu ? Kita sebagai orang tua atau pun guru bisa saja mendadak mendapatkan pertanyaan yang jawabannya tidak terdapat dalam buku teks pelajaran.

Berkelebat teori animisme dan  dinamismenya Edwar B Tylor. Tetapi entah mengapa aku malah mengambil spidol dan menuju ke papan tulis.  Di sana  kugambar sosok manusia tanpa rupa. Anak anak lagi lagi tertawa. Pasti gambarku aneh. Kubilang, “ Ini gambar pahlawan fiktif  dari Jepang, namanya Ultraman, kalian sudah kenal, kan ?” makin riuh suara tawa anak-anak. Biar saja hormon endorphin mengalir deras ke otak mereka, hormon kebahagiaan yang membuat siapapun makin bersemangat.

 

Kugambar  sebentuk segitiga  di dada Ultraman  sambil berucap, “ Pip, pip, …di dada ini ada lampu yang berkedip kedip penuh tenaga. Jika tenaga habis maka Ultraman ini akan lemas dan mati. “

 

Kini kubalikkan  badan, menatap mata mereka dengan tenang. Kulihat tiga puluh siswa  yang baru saja lepas dari Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah menunggu jawaban. “ Sekarang pegang dada kalian. Di sana ada lampu yang diberikan Tuhan sejak kalian masih berada dalam perut Ibu. Lampu itulah yang membuat kita ingat akan Tuhan, sang Pencipta kita. Itulan iman.Begitupun manusia purba, mereka juga punya iman dalam dadanya. Dengan itu mereka  mencari Tuhan . Mereka menemukan pohon yang tinggi dan bisa menjadi naungan lalu mereka memujanya. Di lain waktu   menemukan batu yang besar yang dianggap bertuah lalu memujanya. Mereka sanggat menghormati nenek moyang.  Menganggap kematian membuat arwah mereka menjadi sakti , lalu menjadikannya  sebagai pujaan. Itulah awal munculnya animism dan dinamisme.”

 

Bel pelajaran berdentang, aku menyudahi dengan salam. Anak anak berhamburan keluar kelas. Aku membaca istigfar berulang kali .  Mohon ampun pada Allah jika apa yang  kuajarkan mengandung kekhilafan.

 

#tantangan_menulis_70_hari

#naskah_2

#happy_writing

 

 

 

Teruskan membaca... »»  

ALLAH HADIR DI RUMAH SAKIT

 




Pernahkah Anda memasuki ruang-ruang atau bangsal di rumah sakit yang penuh dengan tubuh-tubuh lemah tidak berdaya? Atau Anda sendiri pernah merasakan dinginnya ruang ICU yang penuh dengan suara alat-alat medis yang tak henti-henti seprti jeritan panjang?   Adakah hati kita menjadi takut dan merasa tidak berdaya? 

 Saya menulis ini karena kebetulan kemarin sore habis memasuki ruang ICU menjenguk saudari.

 

Begitu beragam kehidupan di dunia ini. Ada senang ada susah. Ada rasa membuncah ada juga rasa ciut yang menyesakkan dada. Telah lama Allah mengingatkan  dalam Surat Yunus ayat 22, bahwa suatu saat manusia akan ditimpa dua macam keadaan itu. Sikap manusia dalam menghadapi keduanyapun telah digambarkan secara gambling dalam ayat  tersebut.

 

“Dialah yang menjadikan kalian dapat berjalan di daratan dan lautan. Sehingga apabila kalian berada di dalam bahtera dan meluncurlah bahtera itu membawa  orang-orang yang di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang datang dari segenap penjuru menimpanya dan mereka yakin sudah terkepung (bahaya) maka mereka mengiklaskan ketaatanNya semata. ( Mereka berkata): “ Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.”

 

Begitulah, kita akan merasa sangat berharap kala bahaya datang. Memohon mohon   segenap jiwa kepada Allah agar hilangkan bahaya. Tetapi begitu bahaya itu lenyap maka kita kembali terlena dalam kelalaian terhadap nikmat yang kita terima. Saat ini untuk mengingatkan diri terhadap  bahaya yang siap sedia mendatangi kita tak perlu kita menumpang bahtera ke samudra sana. Di bangsal-bangsal rumah sakit kita bisa melihat kemungkinan itu. Ketakberdayaan yang bisa saja setiap saat menghampiri kita. Detik ini sehat, tidak tahu detik selanjutnya. Hari ini tubuh baik-baik saja, tidak kita ketahui kalau besok pagi akan tumbang oleh penyakit seperti yang diderita saudara kita yang ada di bangsal tersebut.

 

 

Apakah kita pernah membayangkan bagaimana saat  terbaring sakit? Keluarga  tentu sibuk mengurus diri kita. Mencarikan dokter yang mumpuni, menunggui kalau kita sedang tidur dan membantu semua keperluan yang kita butuhkan. Para sanak saudara datang menjenguk dan mendoakan. Tetangga dan teman yang jauh berdatangan ingin mendoakan pula. Tenaga medis siap dengan alat-alat dan analisa mereka untuk menyembuhkan penyakit kita.

  

Tetapi … semua itu ada batas waktunya. Berapa hari mereka akan siap menemani? Berapa minggu atau berapa bulan mereka akan setia menjadi pendamping kala kita sakit?

 

Saya telah banyak melihat seorang anak yang merawat orang tuanya yang tak bisa bangun dari tempat tidur selama bertahun tahun. Tetapi ya hanya dia dan satau atau dua saudaranya saja. Tak ada lagi kerabat lain   yang ikut membantu merawat selama bertahun-tahun itu pula.

  

Saat semua telah pergi dan kita berada dalam kurungan sakit yang mendera, siapa yang paling sering kita ingat namanya?

    Mungkin sekali , lamat-lamat dalam hati kita akan muncul kerinduan untuk menyadarkan diri pada sesuatu  yang kita anggap kuat. Yang siap menemani setiap saat. Yang rela tidak meninggalkan  kita kala semua orang telah meninggalkan kita dengan pekerjaan masing-masing. Dialah Dzat yang sebut sebagai Tuhan. Allah tempat bergantung. Betapa nikmat menyebut asaNya saat kita sendiri. Dialah benar-benar tempat bergantung.

 

 Dengan suara lirih  kita akan diajak untuk   kembali mengulangi ayat ayat dalam Surat Al Iklas:

“Katakanlah: “Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah tempat bergantung semua makluk. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.”

 

 #tantangan_menulis_70_hari

#hari_ke_1

 

 

Teruskan membaca... »»  
 

Sample Text