Social Icons

Pages

Senin, 26 November 2012

Perpisahan



“Tunggu aku, Tuan ! Kumohon, berhentilah ! “

Wanita muda itu terus mengejar seorang lelaki yang melangkah jauh didepannya. Debu gurun yang mengguyur seluruh tubuh tak ia pedulikan. Keringat yang keluar dari setiap pori-porinya makin membajiri tubuh tak membuat langkahnya surut untuk mengejar lelaki tegap itu . Begitu juga lelaki yang dipanggil Tuan , tetap menapakkan kaki kokohnya dengan mantap. Janggutnya berwarna putih dengan gamis yang panjang melambai tertiup angin. Wajahnya lusuh oleh debu gurun . Meski begitu sinar matanya tetap jernih seperti oase yang selalu dirindu setiap orang. Menyadari jarak antara keduanya semakin lebar maka wanita itu sekuat tenaga mengejarnya.

Suaranya serak memanggil , “ Tunggulah aku Tuan, kenapa Tuan meninggalkan kami di tempat ini ?”
  Lelaki itu berhenti dan menoleh. Betapa girang hati wanita di belakngnya ,ia percepat langkahnya agar bisa mendekati Tuan yang dikejarnya.

“Apa benar Tuan tega meninggalkan putra Tuan dan aku di tempat gersang dan mati ini ? Ataukah ini memang perintah Allah ? “ ia kembali bertanya .

Yang dipanggil Tuan itu memandangnya dengan lembut. Meski angin gurun telah membalut wajahnya hingga lusuh tetapi wanita itu dapat melihat padangannya yang masih lembut seperti kemarin. Ia menjadi percaya bahwa lelaki di depannya itu tak pernah berniat untuk membencinya atau membuangnya . Betapa pedih hatinya mengingat kenangan manis bersama lelaki ini di rumah yang selalu diwarnai kehangatan cerita-cerita tentang kebijakan hidup . Hidup yang hangat itu mengapa kini harus terenggut oleh perpisahan.Walau di lubuk hatinya ia mengaku sudah cukup beruntung ditampung oleh lelaki baik hati dan istrinya itu. Dia selalu merasakan limpahan kasih sayang layaknya anggota keluarga walau sebenarnya ia hanyalah seorang budak .

Hatinya pilu jika harus berpisah dengan lelaki yang dihormatinya dan dicintai. Ya, dialah Ibrahim, seorang pembawa risalah kebenaran hidup. Tuannya, suaminya dan sekaligus penerang kehidupannya
.
“Ya, ini perintah Allah. Semoga kalian selamat .” Ucapan inilah yang akhirnya menghentikan kaki Hajar. “ Pergilah Tuan, temuilah Putri Sarah. Semoga kalian berdua bahagia.”

Ketika bayangan suaminya menghilang dari padangan matanya Hajar memeriksa sekeliling . Di kanan kiri hanyalah bukit bukit batu, hamparan pasir yang seperti tanpa batas dan panas yang memanggang. Tiba-tiba perasaan asing dan sepi menyergap hatinya. Ia kini sendiri dan harus berjuang sendiri untuk memberikan tetes air kehidupan bagi Ismail yang masih tertidur di gendongannya.

1 komentar:

 

Sample Text