Social Icons

Pages

Minggu, 09 Desember 2012

Sendiri

Hajar  iklas jika memang perpisahan dari Ibrahim adalah perintah  Allah, karena ia yakin Allah tak pernah keliru membuat skenario hidupnya. Dengan hati yang tenang ia memandang punggung suaminya yang makin lama menghilang .Meninggalkan perih perpisahan yang meluruhkan seluruh air matanya.

 Hanya  hamparan gurun  semakin memerah tersengat matahari. Sarah menyapukan  seluruh pandangannya . Tak ada siapa –siapa.  Kini ia  termangu dan tiba- tiba rasa sepi, kosong dan ketakutan membekapnya kuat.  Tak tahu harus mengadu pada siapa, hanya ada Ismail kecil yang masih terlelap dalam gendongannya.

Hajar lalu memeriksa bungkusan yang ia bawa. Hanya tinggal sekantung  air dalam wadah.  Ia mengorek-orek lebih dalam  , barangkali masih tersisa roti kering . Ya,   hanya tertinggal satu potong,  karena bekal  yang mereka bawa memang tidaklah banyak. Putri sarah tak mengijinkan mereka bertiga membawa bekal yang lebih dari cukup. Meski begitu Hajar tak menaruh benci pada madunya itu. Sarah  sudah memberinya perlindungan dan kebahagiaan dengan menjadikan dirinya sebagai istri Ibrahim . Derajatnya naik dalam kemuliaan .  Apalagi selama  kelahiran Ismail , Putri Sarah lah yang membantu dan  memberikanya  dukungan .
Hajar kini berada di tanah asing  tak bertuan . Kepiluan yang mendera hatinya  membawa gambar-gambar  kenangan masa kecil .  Ketika itu sebagai anak dari seorang raja kecil di wilayah Maroko. Ia hidup damai bersama dengan para pengikut ayahnya. Dan tiba-tiba kedamaian  itu sirna ketika pasukan Fir’aun menyerang  tanah  kelahirannya. Ayah dan ibunya dibunuh dengan keji. Anak – anak seusianya dijadikan budak yang  bebas diperlakukan apa saja oleh majikan.

Ia bagai bunga kecil yang tercabut paksa dari jambangan yang memberinya perlindungan. Harga dirinya terkoyak oleh perlakukan kasar dari satu majikan ke majikan lain.  Ahirnya ia terdampar di dalam istana Fir’aun . Meski raja yang kejam itu memberinya kekuasaan untuk menjadi ketua para budak perempuan tetapi hatinya tetap kelam . Tak ada cahaya sama sekali yang bisa dilihatnya. Ia pasrah pada takdir yang mengurung.
Meski begitu ia selalu berdoa pada penguasa alam semesta agar mendapatkan tempat yang lebih baik dari tempat nista  itu. Doanya kian menguat ketika Ibrahim datang ke istana mengantar Putri sarah ke hadapan Fir’aun. Dan cahaya yang sangat terang  datang menembus kamar hatinya yang gelap ketika seorang pengawal menyeret tangannya untuk diberikan pada lelaki tegap yang menakjubkannya.

Lamunannya terhenti mendengar  Ismail menangis lagi. Bayi itu pucat pasi karena tak ada lagi makanan yang masuk ke mulutnya selama satu  hari ini. Hajar mendekapnya lalu menyusukannya sambil berharap ini bisa membuat anak yang sangat dicintainya ini tenang. Hanya sebentar ismail mau mengyusu, lalu kembali menangis karena ternyata  air susunya tak cukup membuatnya kenyang. Air itu mengering karena memang berhari-hari ia hanya makan beberapa butir kurma dan roti kering sisa-sisa  bekal .

Hajar menoleh ke bukit yang ada di depannya. Ia ingat apa yang dikatakan Ibrahim.

“Di depan sana itu namaya bukit Shafa. Para kafilah sering melewati lembah bukit itu dan beristirahat. Sedang yang ada di belakang kita adalah bukit Marwa. Di bawahnya ada jalan yang biasanya juga didatangi para pedagang yang ingin pergi ke kota.”

Ia lantas meletakkan Ismail di pasir.  Maafkan Bunda, tinggalah sebentar di sini, bunda akan mendapatkan makanan untuk kita.
Lalu dengan masih ragu ia meninggalkan Ismail . Sambil melangkah ia berulangkali menoleh ke arah bayi mungil itu.

Hajar  berlari-lari  kecil menaiki bukit Shafa.  Besar harapan Hajar untuk dapat menemukan serombongan kafilah yang lewat sehingga bisa  memberinya  sedikit air atau makanan. Tak lama ia telah sampai di puncak. Syukurlah, pekiknya dalam hati. Ia lantas mengedarkan padangan ke lembah. Berharap ada seseorang yang sedang lewat atu istirahat di sana. Harap-harap cemas ia menanti .  Detak jantungnya berpacu dengan waktu yang terus merambat. Tetapi sekian lama, tetap  lengang, tak ada siapapun  di bawah sana.

Kemanakah para kafilah yang kata Ibrahim biasa lewat tempat ini. Mengapa tak ada satu orangpun.
Ia pun kembali turun. Khawatir dengan Ismail yang ditinggalkannya.

Begitu sampai di dekat Ismail ia langsung mendekapnya erat.  Ia  pandangi wajah mungil yang makin pucat  itu .
 Bertahanlah anakku, Bunda akan mendapatkan air .

2 komentar:

  1. Sendiri di tanah tak bertuan itu pasti membuatnya bingung kemana dia akan mencari pertolongan. Meski tau akan sia2, tetapi tetap terus berusaha dengan terus berlari dan bukannya cuma berdiam diri menunggu. Apalagi hanya dengan MENANGIS DAN MERATAP SAJA.

    wahai wanita perkasa,teruslah berusaha dan berlari menuju kemulianmu ! Sesungguhnya Allah akan memberikan jalan keluar dan rizqi dari jalan yang tidak disangka2 !

    BalasHapus
  2. kemuliaan hati seorang ibu yg akan sll melindungi anaknya dr apapun dan akan sll memberikan anak sesuatu yg terbaik buat mereka

    BalasHapus

 

Sample Text