Jika jarak dengan masjid yang ada di pinggir jalan yang cukup ramai itu masih beberapa kilo meter, maka aku sengaja mempercepat laju motor untuk cepat sampai di pelatarannya. Dan tak ingin ke masjid yang lain, walau lebih dekat atau lebih megah. Pendek kata, hatiku telah jatuh sejak di pintu gerbangnya. Dan semakin damai jika kaki menapaki lantainya yang dingin.
Rasa cintaku yang kini tersimpan di hati, bermula ketika aku teledor tak membawa mukena. Yang akhirnya membuat perkenalanku dengan mukena-mukena inventaris masjid menjadi mesra. Kuambil satu mukena yang berjajar rapi diantara beberapa lainnya. Dengan keraguan yang kuakui memang norak, kucium mukena putih itu. Hidung, perut dan naluriku siap untuk mengatakan bahwa “aku harus tahan bau.”
Beberapa saat, naluriku bicara lain, “ Mukena ini tak seperti mukena di masjid masjid yang kusinggahi.” Perutku kalem , malu-malu untuk menyatakan bahwa kali ini tak perlu mual lagi jika mencium mukena milik umum. Akhirnya, di sore yang sore yang syadu itu , tiga raka’at ku jalankan dengan sangat nyaman dalam balutan mukena wangi dan bersih .
“Setiap benda selalu bertasbih padaNya,dan terhenti tasbih itu jika benda itu kotor ataupun najis.” Begitu aku pernah mendengar keterangan seorang guru. Maka alangkah banyaknya tasbih yang tertahan, ketika di masjid masjid yang selalu dikutbahkan bahwa “kebersihan sebagian dari iman”, ternyata mukena-mukenanya kotor membisu .
Kalo najis jgn dipake solat dong non...
BalasHapusbtw makasih .....SALAM KENAL AJA