Social Icons

Pages

Selasa, 10 Mei 2022

HUTANG GURU

 



Makin ramai dunia makin ramai pula dunia hutang menghutang. Lihat saja iklan pinjaman yang kian berani. “ Hanya dengan modal hp dan KTP kamu sudah bisa melakukan pinjaman online, “ begitu bunyi iklan pinjol.

 

Generasi sekarang  makin gampang berhutang   karena begitu mudahnya persyaratan. Hanya dengan mengirim foto atau scan KTP lalu mengklik aplikasi pinjol, dana langsung  mengalir ke rekening peminjam. Menggiurkan sekali bagi anak muda sekarang yang memang suka hal yang serba cepat.

 

Tapi di belakang hari,  penagih yang bahasa halusnya DC sudah siap menggeretak  dengan kata-kata pedas di chat WhattApps. Orang yang tak biasa dibentak dengan kata-kata kasar pasti terkulai lemas. Itulah dunai pinjol yang menjamur di dunia maya.

     Beda generasi tentu beda situasi . Masih kuingat  kala tahun 2006 dimana   aku punya kebutuhan yang cukup mendesak ; sebuah  sepeda motor untuk bekerja. Dengan hati berdebar kumasuki bank, membuat surat  perjanjian, tanda tangan ini itu lalu kuserahkan SK PNS untuk pertama kalinya. Cukup rumit jika dibandingkan dengan pinjaman masa kini. Itupun masih harus ditelaah lagi apakah gajiku masih wajar kalau dipotong ataukah tidak, yang menjadi pertimbangan utama pihak bank.

Telaah tadi cukup wajar karena memang dari sisi psikologis orang yang berhutang terlalu banyak akan membebani pikiran. Langkahnya jadi tak mantap. Raut mukanya menjadi kurang cerah. Bagaimanapun hutang adalah beban. Yang membebani  hati sehingga tak merdeka. Meski bermobil mewah dan berbaju indah, tetapi  jika yang memakai jiwanya tak merdeka apalah artinya. Lebih indah memakai baju biasa dan berkendara sepeda motor tapi jiwa merdeka dari tekanan  hutang.

Beban psikologis bagi kita yang berprofesi sebagai guru cukup menganggu pekerjaan. Sebab guru idealnya tampil dengan jiwa merdeka yang terpancar dalam wajah cerah. Apa kata dunia jika seorang guru hadir di kelas dengan wajah kuyu. Siswa mana yang tertarik untuk belajar lebih lanjut jika melihat wajah gurunya saja sudah membuatnya lesu.

 

Artinya,  guru yang  tidak  punya tekanan hutang lebih berbahagia daripada  yang punya hutang.  Langkahnya lebih  ringan dan  tawanya lebih lepas. Saya pernah menjumpai seorang guru yang karena  begitu   tekanan hutang maka ia harus pontang panting mencari obyekan di luar mengajar untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Akhirnya waktunya lebih banyak habis di tempat obyekan. Padahal menjadi  guru tentulah harus siap menjadi pembelajar. Mengupdate pengetahuan untuk didiskusikan dengan para siswa agar tak ketinggalan informasi, mencari metode yang tepat untuk siswa yang berbeda karakter dan lain lain . Itu semua membutuhkan waktu yang cukup dan jiwa yang riang.

Punya hutang bukanlah aib, tetapi berhutang tanpa memperhatikan kemampuan kita untuk membayarnya  sehingga menganggu penampilan kita di kelas, akan menjadi aib bagi profesi guru yang mulia.

 

 

2 komentar:

  1. Sepakat. semoga para guru dibebaskan dari urusan piutang lebih dimudahkan jalan ..kalo kata pak Dail banyakin sodakoh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pertamax. Terimakasih kasih Ibu Ovi kunjungannya. aamiin moga kita dimudahkan mencari rezeki .

      Hapus

 

Sample Text