Social Icons

Pages

Senin, 11 Juli 2022

JANGAN JADI TOKSIK

 

 

 

Sesuai namanya toksik yang berarti racun, orang ini  datang menebar racun bagi orang-orang di sekitarnya. Jika ia  berkata menyakiti teman-temanya, jika ia berargumen suka mematahkan lawan dengan kasar, jika ia diam wajahnya masam tak enak dipandang. Jika ia tak datang  orang-orang merasa aman. Adakah orang seperti itu di lingkungan Anda? Mungkin ada tetapi kadarnya tak separah yang saya tulis di atas. Mungkin  ia hanya kadang-kadang saja menjengkelkan, selebihnya ia teman yang  siap diajak bekerjasama.  Mungkin ia hanya kadang-kafang saja menyakiti  selebihnya ia dalah teman  yang setia. Kalau begitu asumsi kita tentang kata ”toksik” berarti setiap orang punya potensi untuk menjadi toksik.

 

Kita sepakati dulu dari kacamata yang mana kita memandang si toksik. Toksik atau tidaknya tergantung siapa yang bilang. Tukang tunda pekerjaan akan bilang si rajin dengan toksik karena menganggu kesenagan untuk  bermalasan,  mengusik ritual malasnya dengan tagihan pekerjaan, “ Mana RPP Anda? Mana analisis Nilai Anda? “ Si lambat akan bilang si gesit adalah toksik karena si gesit berlari yang membuatnya kesulitan mengikuti hingga pontang panting. Dengan merehkan ia akan bilang, “sok pahlawan.” Sedang generasi tua melihat genarasi muda yang memutuskan secara cepat ia akan bilang, “ si muda yang tergesa-gesa.” Si tukang sunat dana tentu tak suka dengan si jujur, ia kan bilang, “sok suci.’

 

Kalau toksik dimaknai atas selera masing-masing maka saya tidak mendapatkan acuan yang pasti, maka saya pagari batasan toksik dengan  dengan rambu-rambu,” ia adalah orang yang menghambat visi misi sekolah ,termasuk yang menciptakan suasana tidak nyaman pada teman-temannya. Sepadan dengan pengertian “anak-anak istimewa “ yang kita temukan di kelas-kelas. Mereka adalah anak-anak yang menjadi biang keladi  kacaunya  kelas. Julukan istimewa adalah doa agar mereka menjadi baik kembali.

 

 

Orang toksik menebarkan racun dari dalam dirinya kepada  orang lain.  Racun itu bisa berupa rasa marah,  kebencian,  kekecewaan atau emosi negatif lainnya. Saya pernah hidup dengan Bapak toksik. Hampir setiap rapat- ia kebetulan menjadi kepala Sekolah-   mengatakan bahwa sekolah kita ini miskin, Anda semua jangan berharap sekolah ini memberikan uang yang banyak. Nah, Apa yang sebenarnya terjadi denganya? Ia  marah pada dirinya yang sedang kekurangan uang. Atau ia ketakutan uang yang ada di sekolah akan berkurang untuk memberi honor atau gaji pada teman-temanya sehingga tak ada bagian buat dirinya.  Ia menutupi ketakutan dan ketamakkannya  itu dengan mengintimidasi orang  lain. Cerita  lain, seorang Ibu toksik yang suka mencela teman-teman sekantor. Sebaik apapun perbuatan teman-temannya ia selalu kurang puas lalu mencelanya, sehingga tercorenglah citra baik temannya. Apa sebenarnya yang terjadi dengan Ibu toksik ? Dalam dirinya ada rasa  superior,  ingin dipuja dan dihormati secara berlebihan maka ia membuat orang lain seakan akan berada di lembah kehinaan. Ia gila untuk disanjung maka ia membuat orang di sekelilingnya menjadi “rendah.” Mungkin gaya hidup ala  kolonial begitu melekat padanya, yang tinggi dijunjung yang rendah diinjak.

 

Pastikan orang-orang seperti ini bukan kita, itu saja sudah cukup. Untuk mengobati mereka bukan kapasitas kita, diri merekalah yang harus mengobatinya. Upaya positif kita adalah , bagaimana  agar  tidak tertular toksik. Karena dalam diri manusia punya potensi untuk toksik, ya marilah kita kenali diri dengan baik. Daftarlah segala kekurangan, akui semua kelebihan.  Dalam kekurangan itu ada kemungkinan terdapat luka-luka batin . Seperti saya kemukakan kasus di atas, ada luka batin yang membuat mereka meracuni diri dan orang-orang sekitar. Mereka mengeluarkan racun itu dengan atau tanpa sadar.  Dikiranya racun akan membunuh orang lain padahal racun itu membunuh citra mereka sendiri. Alih alih membuat branding yang baik, mereka malah menempatkan namanya   dalam deretan orang yang menghambat  kemajuan.

 

Tanpa menerima diri apa adanya kita tak mungkin bisa membuang racun yang melekat di hati. Terima bahwa kita pernah marah pada masa lalu yang kelam, misalnya. Terima bahwa kita punya kebencian pada sosok orang yang lebih berkuasa misalnya. Setelah menerima, sadari bahwa semua peran di dunia ini tak terelakkan, artinya kita sudah diberikan peran untuk melakonkan hidup ini. Miskin hanyalah pakaian, kaya begitu juga. Penderitaan hanyalah masalah jadwal saja, lain kali kita pasti terjadwal bahagia. Orang yang membenci sesuatu  biasanya hanya melihat dengan pandangan yang sempit.  Jika saja ia memandang dari atas bukit kehidupan, apapun yang dialami oleh manusia adalah hasil dari perbuatannya sendiri. Teman kita yang sukses sudah selayaknya sukses sebab ia berusaha keras. Kita tak boleh menaruh iri dan kencian. Seperti kalau kita mendaki gunung, dari lereng yang tinggi kita bisa melihat bahwa di bawah sana ada ngarai, sawah, bukit kecil, perkotaan, sungai dan semak belukar. Dengan lengkap semua terlihat. Semakin tinggi kita mendaki semakin banyak dan luas pandangan kita. Dalam dunia maya, ketika kita membuka aplikasi facebook melalui gawai maka yang tampak hanya beranda dan fitur tertentu, tetapi  begitu kita buka dengan layar komputer atau laptop maka semua fitur akan tampak.


naskah_ke_dua puluh empat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample Text