Pernahkah Anda memasuki ruang-ruang atau bangsal di rumah sakit yang penuh dengan tubuh-tubuh lemah tidak berdaya? Atau Anda sendiri pernah merasakan dinginnya ruang ICU yang penuh dengan suara alat-alat medis yang tak henti-henti seprti jeritan panjang? Adakah hati kita menjadi takut dan merasa tidak berdaya?
Saya menulis ini karena kebetulan kemarin sore
habis memasuki ruang ICU menjenguk saudari.
Begitu beragam kehidupan di dunia ini. Ada senang ada
susah. Ada rasa membuncah ada juga rasa ciut yang menyesakkan dada. Telah lama
Allah mengingatkan dalam Surat Yunus ayat 22, bahwa suatu saat manusia akan
ditimpa dua macam keadaan itu. Sikap manusia dalam menghadapi keduanyapun telah
digambarkan secara gambling dalam ayat
tersebut.
“Dialah yang menjadikan
kalian dapat berjalan di daratan dan lautan. Sehingga apabila kalian berada di
dalam bahtera dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang di dalamnya dengan tiupan angin
yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila)
gelombang datang dari segenap penjuru menimpanya dan mereka yakin sudah
terkepung (bahaya) maka mereka mengiklaskan ketaatanNya semata. ( Mereka
berkata): “ Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini,
pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.”
Begitulah, kita akan merasa sangat berharap kala bahaya
datang. Memohon mohon segenap jiwa kepada Allah agar hilangkan
bahaya. Tetapi begitu bahaya itu lenyap maka kita kembali terlena dalam kelalaian
terhadap nikmat yang kita terima. Saat ini untuk mengingatkan diri terhadap bahaya yang siap sedia mendatangi kita tak
perlu kita menumpang bahtera ke samudra sana. Di bangsal-bangsal rumah sakit
kita bisa melihat kemungkinan itu. Ketakberdayaan yang bisa saja setiap saat
menghampiri kita. Detik ini sehat, tidak tahu detik selanjutnya. Hari ini tubuh
baik-baik saja, tidak kita ketahui kalau besok pagi akan tumbang oleh penyakit
seperti yang diderita saudara kita yang ada di bangsal tersebut.
Apakah kita pernah membayangkan bagaimana saat terbaring sakit? Keluarga tentu sibuk mengurus diri kita. Mencarikan
dokter yang mumpuni, menunggui kalau kita sedang tidur dan membantu semua
keperluan yang kita butuhkan. Para sanak saudara datang menjenguk dan
mendoakan. Tetangga dan teman yang jauh berdatangan ingin mendoakan pula. Tenaga
medis siap dengan alat-alat dan analisa mereka untuk menyembuhkan penyakit
kita.
Tetapi … semua itu ada batas waktunya. Berapa hari
mereka akan siap menemani? Berapa minggu atau berapa bulan mereka akan setia menjadi
pendamping kala kita sakit?
Saya telah banyak melihat seorang anak yang merawat
orang tuanya yang tak bisa bangun dari tempat tidur selama bertahun tahun.
Tetapi ya hanya dia dan satau atau dua saudaranya saja. Tak ada lagi kerabat
lain yang ikut membantu merawat selama
bertahun-tahun itu pula.
Saat semua telah pergi dan kita berada dalam kurungan
sakit yang mendera, siapa yang paling sering kita ingat namanya?
Mungkin sekali , lamat-lamat dalam hati kita akan muncul kerinduan
untuk menyadarkan diri pada sesuatu yang
kita anggap kuat. Yang siap menemani setiap saat. Yang rela tidak meninggalkan kita kala semua orang telah meninggalkan kita
dengan pekerjaan masing-masing. Dialah Dzat yang sebut sebagai Tuhan. Allah
tempat bergantung. Betapa nikmat menyebut asaNya saat kita sendiri. Dialah benar-benar
tempat bergantung.
“Katakanlah: “Dialah Allah
Yang Maha Esa. Allah tempat bergantung semua makluk. Dia tidak beranak dan
tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.”
#hari_ke_1
Masya Allah, naskahnya mengajak pembaca untuk pandai mensyukuri dan bijak dalam menjalani hidup. Lanjutkan Bu 💪❤️
BalasHapusterimakasih Ibu, semangatnya.
HapusBertafakur
BalasHapusBetul ibu Ovi, moga tetap sehat selalu
HapusMengalir dan renyah bila menulis dengam.hati
BalasHapus.lanjutkan
Terimakasih semangatnya Ibu Kanjeng
HapusBersukur. .. dan terus bersyukur..
BalasHapusAamiin, semoga tetap istiqomah bersyukur ya Ibu
HapusMerindukan kesembuhan menolak langkah kesedihan langkah bijak untuk tetap berada di barisan keluarga; Tuhan selalu ada pada pihak yang paling tepat; maka bersyukurlah atas kehidupan yang Ia anugerahkan kepaa kita
BalasHapusBijak sekali ulasannya, Bapak.Terimakasih.
HapusBanyak bertadabbur dan tafakkur
BalasHapusAlhamdulilah, tepat sekali Ibuu..semoga sehat sehat di sana
Hapus