Hasan tersenyum senyum begitu berpapasan dengan Ibu Guru
Ida. Senyum sapaan yang ramah pastinya, namun meski bu Ida berlalu senyum itu masih saja tersungging.
Bukan lagi senyum ramah tapi senyum
nyengir kuda. Apa yang terjadi hingga
siswa berseragam putih biru ini begitu lama menyunggingkan senyumnya.
Rupanya kemarin malam
siswa kelas IX ini membaca status
yang dibuat oleh gurunya. “ Hatiku seperti terselimuti es setiapkali
melihatmu.” Bukan hanya kemarin, beberapa kali sebelumnya pemuda tanggung ini
juga mengamati status bu Ida yang ada di WhatsApp, “ Musnah sudah harapanku untuk
bersanding denganmu. ”Gerangan apakah yang terjadi dengan ibu guru cantiku ini," pikir Hasan.
Sebagai guru kita tentu tak lepas dari semua persoalan
yang kadang ingin sekali kita curahkan agar hati terasa lebih ringan. Alangkah
bagusnya jika kita mengeluarkan semua beban itu dengan bijak agar tak menjadi
bahan opini atau tertawaan orang lain. Ada persoalan yang tak pantas dilontarkan di media social
sebagai wilayah publik. Jika sampai persoalan itu terlontar ke sana maka akan
menimbulkan pemikiran yang berbeda dari pembaca. Dampaknya mereka akan menganggap kita seperti yang mereka bayangkan. Mungkin saja kita hanya sekedar
iseng membuat status agar terkesan seru, tetapi pemikiran pembaca sangatlah
beragam. Dampaknya bisa saja merendahkan
kewibawaan kita sebagai guru.
Dalam undang-uandang RI tahun 2005 nomor 14 pasal 8 telah diamatkan bahwa guru haruslah
mempunyai kompetensi kepribadian yang bernama kewibawaan. Artinya guru haruslah
mempunyai perilaku yang dapat memberikan pengaruh
positif dan disegani peserta didik. Amanat ini bersifat melindungi guru dari
tindakan yang dapat memperburuk citra guru di masyarakat. Kita pasti tahu bahwa citra yang baik adalah
modal yang sangat diperlukan untuk mendidik. Guru haruslah punya daya untuk
digugu dan ditiru. Pengaruh ini berdampak sangat kuat pada para siswa, karena
guru adalah salah satu sosok yang mereka teladani. Bahkan guru adalah orang
tua bagi para siswa ketika berada di sekolah.
Miris
sekali kalau kita mendengar sekumpulan siswa sedang menggunjingkan perilaku
gurunya yang kurang sesuai norma. Jika begitu siapa lagi yang mereka jadikan sosok panutan.
Maka
marilah kita berhati hati dalam membuat status. Jangan mudah tergoda dengan rayuan facebook dengan
kata-kata manisnya,” Apa yang Anda pikirkan?” lalu kita menuliskan apa saja
yang terfikirkan pada saat itu tanpa menyaringnya .
Saya membuat ilustrasi di atas karena melihat ada teman-teman guru yang masih
cukup muda, yang pemahaman pada profesinya masih perlu ditambah. Seringkali
mereka melontarkan status yang berisi konflik dengan teman, pasangan atau pun
beban pikiran yang bernada emosional sehingga terkesan kurang dewasa.
Lalu
bagaimana agar kita aman berstatus ?
Pertama,
baiknya pikirkan dulu sebelum menulis. Kadang kita lupa ketika sudah memegang
gawai. Rasanya ketika sudah duduk menyendiri di kamar kita mengira bahwa itu
ruang pribadi. Tapi nyatanya begitu kita
menggunggah status ruang yang kita rasa itu pribadi sejatinya adalah ruang
publik yang begitu luas. Begitulah sihir jaman kini. Sadarilah dampak dari
status ketika dibaca orang lain. Jangan sampai kita menjadi bahan obrolan yang
kurang sedap atau bahkan menjadi bahan tertawaan karena status kita yang
berlebihan ( lebay).
Kedua,
jauhi gawai pada saat emosi meninggi dan pikiran sedang kusut. Saat seperti itu kita mudah sekali mengucapkan atau menuliskan kalimat yang emosional. Baiknya duduklah jika
saat itu kita sedang berdiri. Atau berbaringlah jika saat itu sedang duduk.
Dinginkan kepala dan hati dengan mengambil air wudlu bagi yang beragama Islam.
Ketiga,
carilah katarsis yang sehat. Mempunyai persoalan yang berat memang cukup menyiksa. Ingin
rasanya segera membuang masalah itu melalui apapun yang paling dekat dengan
kita. Cari saluran yang sehat untuk membuang persoalan. Misalnya menulis buku
harian atau mencurahkan pada
sahabat yang terpercaya.
Allah adalah sahabat sejati. Berceritalah pada
Allah melalui doa, apa saja yang membebani hati kita. Ia adalah sahabat yang tak
pernah meninggalkan kita sedetikpun.
Sudah banyak penelitian mengungkapkan bahwa kebahagiaan lebih mudah tercapai
oleh mereka yang rajin berkomunikasi dengan Tuhannya dibanding mereka yang
menanggung beban itu sendirian. Rasakan lengan Allah yang begitu kokoh menopang
beban kita. Sambutannya yang begitu hangat membuat air mata bisa mengalir deras
sehingga beban terasa ringan.
#naskah_ke_enam
#tantangan_menulis_70_hari
Satu contoh menarik yg sering kita jumpai di medsos. Dan sekaligus ada pembelajaran di sana.
BalasHapusterimakasih kunjungannya yang menyalakan semangat saya untuk menulis
HapusPembelajar yang sangat bermakna. Semangat bun
BalasHapusterimakasih Ibu Muslihatun yang sholihah
HapusJangan curhat di status medsos ya
BalasHapus