Salsabila, gadis manis itu
sibuk menatap layar gawai, sementara di depannya terpampang layar laptop yang
menyala. Tangan kanannya sibuk memencet mouse dan tangan kirinya mengusap-usap
layar hp. Di sebelah kiri laptop terhidang
kue keringdalam sebuah toples,
acapkali tangannya meraih mulut toples yang kini tinggal separo. Sejurus kemudian gawai diletakkan
lalu tangannya fokus ke lapotop.
Terdengar adiiknya dari ruang sebelah, “ Kak chargerku di mana?”
“Di meja belajarku, laci
paling atas ,” jawab Salsa, pandangannya
tak lepas dari layar.
Menakjubkan, generasi masa kini begitu cetakan dalam
bekerja. Ia menjadi manusia multitasking
yang bisa mengerjakan berbagai macam aktivitas dalam satu waktu. Saya termasuk
generasi yang lahir tahun 70an, barangkali Anda seumuran dengan saya
teruskanlah menyimak tulisan ini. Setiap genersai punya keistimewaan. Ada yang
begitu cekatan seperti Salasabila ada juga yang relative hati-hati seperti generasi
sebelumnya. Tahun –tahun kelahiran, dimana kondisi dunia berbeda bisa
mempengaruhi karakter seorang bayi yang lahir pada saat ini.
Kalau kita cermati, multitasking yang alamiah dipunyai
oleh sorang wanita. Amatilah seorang ibu yang sedang mengerjakan tugas-tugas
rumah tangga. Di pagi hari yang sibuk seorang ibu bisa mengerjakan beberapa
pekerjaan dalam satu waktu. Menjerang air, menumbuk bumbu, menyiapkan sarapan sambil mengontrol aktivitas putra-putrinya.
Sama-sama menakjubkannya dengan
Salsabila, hanya beda aktivitas. Salsabila cekatan dalam mengoperasikan gawai,
laptop dan komunikasi sedangkan ibu rumah tangga cekatan dalam menjalankan
aktivitas fisik.
Mari kita lihat ajaran tentang cara kerja yang berbeda
dari orang Jawa yang ditulis berabad sebelumnya, kira-kira pada abad ke -16.
Menariknya, ajaran ini masih tetap populer di kalangan masyakarat Jawa, Alon-alon waton kelakon. Artinya dalam
mengerjakan sesuatu kita hendaknya perlahan, teliti dan hati-hati agar mencapai
hasil yang maksimal. Produk dari bekerja dengan falsafah ini biasanya juag lebih tahan lama
melintas waktu dari abad ke abad, seperti bangunan masjid Demak yang tetap
gagah hingga ataupun berpakai pusaka yang masih berkilau yang disimpan di berbagai museum dan keraton. Candi- candi juga berdiri megah padahal sudah
berabad-abad dibuat. Tembang-tembang
masih enak didengar oleh semua genarasi,
bahkan orang mancanegara memburunya untuk dinikmati. Gamelan juga produk dari
falsafah tersebut, sebuah alat musik yang mampu mengiringi lagu dari berbagai
jenis musik.
Lebih jauh, mari kita simak cara kerja dalam Serat Pepeling lan
Pamrayoga berikut :
Nanging aja sungkanan
marsudi
Den aminte netepi bebasan
Uler kmabnag sak titahe
Yen mogok meguk-meguk
Bali kesed arani sami
Aja meleng lumuhan
Samubarang lumuh
Den awas mring wawatesan
Sakeh laku ana kena den
lumuhi
Ana kudu den angkat
Artinya , janganlah segan untuk terus belajar seperti
kerjanya ulat kambang, yang pelan tapi
pasti. Pelan di sini bukan berarti terjebak dalam kemalasan, sebab orang yang
malas tak akan mencapai tujuan. Pelan maknanya hati-hati dan teliti, dikerjakan
sesuai dengan dasar dan perencanaan yang matang. Perlu diingat ada kalnya kita
dapat menyelesaikan pekerjaan yang satu, tetapi jangan terburu untuk
menyelesaikan pekerjaan lainnya kala itu. Kita sebaiknya pandai-pandai
memilah mana yang harus didahulukan yang
mana yang diakhirkan.
Bisa kita ambil contoh di masa kini, seorang penulis yang pelan-pelan melakukan
penelitian berbulan-buan, baru kemudian menuliskan sebuah cerita dan menjadi
novel yang bestseller. Seorang Tere Liye melakukan survey begitu lama untuk
sebuah novel yang kalau ia terbit maka
pembaca berebut untuk membelinya. Misal novel Rindu yang membutuhkan penelitian yang panjang karena seting
waktunya pada tahun 40an dimana orang naik haji masih memakai kapal laut yang
memakan waktu berbulan-bulan. Dari detail kapal dan bagian-bagiannya itu saja
membutuhkan ketelitian yang membutukan sikap ulat kumbang, pelan dan hati-hati.
Tak mengapa kita punya cara kerja yang berbeda dengan
generasi sekarang. Seperti hari ini , beragam profesi bisa dijalani bersamaan
karena pekerjaan bisa lintas jarak. Tak ada halangan menjadi seorang desainer
sebuah produk untuk beberapa perusahaan
yang berbeda. Bukan hal aneh, seorang yang bekerja dari kamarnya yang sempit
bisa menghasilkan jutaan dollar dari bekerja melalui jaringan intenet yang
jangkauannya ke beberapa negara. Kiranya kondisi ini yang memaksa generasi muda
untuk multitasking.
Kebisaan bekerja multitasking menurut ahli kesehatan
menimbulkna denyut jantung yang lebih kencang dibandingkan dengan bekerja
tunggal. Wajar jika anak-anak yang bekerja multitasking punya risiko stress
lebih besar dibandingkan generasi sebelumnya yang bekerja perlahan. Dan ada
kemungkinan ada memori yang terlupa kala melakukan multitasking, juga risiko
tidak maksimalnya hasil pekerjaan kita. Misalnya ketika berbicara di telepon sambil mengetik
email tidak akan menhasilkan percakapan yang nyaman, terjebak dalam basa basi belaka. Karena
pikiran tengah mendengarkan maka perhatian pada layar compute berkurang,
kemungkinan untuk keliru menjadi besar. Lebih buruk lagi jika kita salah
menuliskan alamat email sehingga melenceng dari alamat yang kita tuju.
naskah ke_22
tantangan _menulis_70_hari
Waaah, sangat menginspirasi. Kl 70 an kaya diriku diburu-buru semakin keder. Tp terkadang perlu tekanan. Bebrapa org br keluar ide saat dead line dan hrs cepet² menuangkan isi kepala. Salam literasj.
BalasHapusTerimakasih telah berkunjung dan memberikan kometar yang membuat saya semangat meski 70an , hehe.Salam literasi juga Ibuu, hehe
Hapus