Social Icons

Pages

Selasa, 05 Juli 2022

SETIAP GENERASI PUNYA CARA

 

Salsabila, gadis manis itu sibuk menatap layar gawai, sementara di depannya terpampang layar laptop yang menyala. Tangan kanannya sibuk memencet mouse dan tangan kirinya mengusap-usap layar hp. Di sebelah kiri laptop terhidang    kue keringdalam sebuah toples, acapkali tangannya meraih mulut toples  yang  kini tinggal separo. Sejurus kemudian gawai diletakkan lalu  tangannya fokus ke lapotop. Terdengar adiiknya dari ruang sebelah, “ Kak chargerku di mana?”

“Di meja belajarku, laci paling atas ,” jawab Salsa, pandangannya  tak lepas dari layar.

 

 

Menakjubkan, generasi masa kini begitu cetakan dalam bekerja. Ia menjadi manusia multitasking yang bisa mengerjakan berbagai macam aktivitas dalam satu waktu. Saya termasuk generasi yang lahir tahun 70an, barangkali Anda seumuran dengan saya teruskanlah menyimak tulisan ini. Setiap genersai punya keistimewaan. Ada yang begitu cekatan seperti Salasabila ada juga yang relative hati-hati seperti generasi sebelumnya. Tahun –tahun kelahiran, dimana kondisi dunia berbeda bisa mempengaruhi karakter seorang bayi yang lahir pada saat ini.

 

Kalau kita cermati, multitasking yang alamiah dipunyai oleh sorang wanita. Amatilah seorang ibu yang sedang mengerjakan tugas-tugas rumah tangga. Di pagi hari yang sibuk seorang ibu bisa mengerjakan beberapa pekerjaan dalam satu waktu. Menjerang air, menumbuk  bumbu, menyiapkan  sarapan sambil mengontrol aktivitas putra-putrinya.  Sama-sama menakjubkannya dengan Salsabila, hanya beda aktivitas. Salsabila cekatan dalam mengoperasikan gawai, laptop dan komunikasi sedangkan ibu rumah tangga cekatan dalam menjalankan aktivitas fisik.

 

Mari kita lihat ajaran tentang cara kerja yang berbeda dari orang Jawa yang ditulis berabad sebelumnya, kira-kira pada abad ke -16. Menariknya, ajaran ini masih tetap populer di kalangan masyakarat Jawa, Alon-alon waton kelakon. Artinya dalam mengerjakan sesuatu kita hendaknya perlahan, teliti dan hati-hati agar mencapai hasil yang maksimal. Produk dari bekerja dengan  falsafah ini biasanya juag lebih tahan lama melintas waktu dari abad ke abad, seperti bangunan masjid Demak yang tetap gagah hingga ataupun berpakai pusaka yang masih berkilau yang  disimpan di berbagai museum dan keraton.  Candi- candi juga berdiri megah padahal sudah berabad-abad dibuat. Tembang-tembang masih enak didengar oleh semua  genarasi, bahkan orang mancanegara memburunya untuk dinikmati. Gamelan juga produk dari falsafah tersebut, sebuah alat musik yang mampu mengiringi lagu dari berbagai jenis musik.

 

 

Lebih jauh, mari kita simak cara kerja dalam Serat Pepeling lan Pamrayoga berikut :

 

Nanging aja sungkanan marsudi

Den aminte netepi bebasan

Uler kmabnag sak titahe

Yen mogok meguk-meguk

Bali kesed arani sami

Aja meleng lumuhan

Samubarang lumuh

Den awas mring wawatesan

Sakeh laku ana kena den lumuhi

Ana kudu den angkat

 

 

Artinya , janganlah segan untuk terus belajar seperti kerjanya  ulat kambang, yang pelan tapi pasti. Pelan di sini bukan berarti terjebak dalam kemalasan, sebab orang yang malas tak akan mencapai tujuan. Pelan maknanya hati-hati dan teliti, dikerjakan sesuai dengan dasar dan perencanaan yang matang. Perlu diingat ada kalnya kita dapat menyelesaikan pekerjaan yang satu, tetapi jangan terburu untuk menyelesaikan pekerjaan lainnya kala itu. Kita sebaiknya pandai-pandai memilah  mana yang harus didahulukan yang mana yang diakhirkan.

 

Bisa kita ambil contoh di masa kini,  seorang penulis yang pelan-pelan melakukan penelitian berbulan-buan, baru kemudian menuliskan sebuah cerita dan menjadi novel yang bestseller. Seorang Tere Liye melakukan survey begitu lama untuk sebuah  novel yang kalau ia terbit maka pembaca berebut untuk membelinya. Misal novel Rindu yang membutuhkan  penelitian yang panjang karena seting waktunya pada tahun 40an dimana orang naik haji masih memakai kapal laut yang memakan waktu berbulan-bulan. Dari detail kapal dan bagian-bagiannya itu saja membutuhkan ketelitian yang membutukan sikap ulat kumbang, pelan dan hati-hati.

 

 

Tak mengapa kita punya cara kerja yang berbeda dengan generasi sekarang. Seperti hari ini , beragam profesi bisa dijalani bersamaan karena pekerjaan bisa lintas jarak. Tak ada halangan menjadi seorang desainer sebuah produk  untuk beberapa perusahaan yang berbeda. Bukan hal aneh, seorang yang bekerja dari kamarnya yang sempit bisa menghasilkan jutaan dollar dari bekerja melalui jaringan intenet yang jangkauannya ke beberapa negara. Kiranya kondisi ini yang memaksa generasi muda untuk multitasking.

 

 Kebisaan  bekerja multitasking menurut ahli kesehatan menimbulkna denyut jantung yang lebih kencang dibandingkan dengan bekerja tunggal. Wajar jika anak-anak yang bekerja multitasking punya risiko stress lebih besar dibandingkan generasi sebelumnya yang bekerja perlahan. Dan ada kemungkinan ada memori yang terlupa kala melakukan multitasking, juga  risiko tidak maksimalnya hasil pekerjaan kita. Misalnya  ketika berbicara di telepon sambil mengetik email tidak akan menhasilkan percakapan yang nyaman,  terjebak dalam basa basi belaka. Karena pikiran tengah mendengarkan maka perhatian pada layar compute berkurang, kemungkinan untuk keliru menjadi besar. Lebih buruk lagi jika kita salah menuliskan alamat email sehingga melenceng dari alamat yang kita tuju.

 

 

 

naskah ke_22

tantangan _menulis_70_hari

 

2 komentar:

  1. Waaah, sangat menginspirasi. Kl 70 an kaya diriku diburu-buru semakin keder. Tp terkadang perlu tekanan. Bebrapa org br keluar ide saat dead line dan hrs cepet² menuangkan isi kepala. Salam literasj.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih telah berkunjung dan memberikan kometar yang membuat saya semangat meski 70an , hehe.Salam literasi juga Ibuu, hehe

      Hapus

 

Sample Text